|

Petani Sumut harus Mandiri!

Ketua Perhiptani Sumut, Ir H Soekirman, berswa-foto dengan latar belakang Duta Petani Milenial asal Bali (kaos biru) dan Gubernur Bali, I Wayan Koster (kaos merah), dalam suatu acara di kawasan Tabanan, Bali, awal Desember 2022 lalu. Foto Ist 
Medan | Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) Sumut, Ir H Soekirman, mengimbau para petani untuk bisa segera mandiri di tengah beragam problematika di sektor pertanian.

“Sudah saatnya petani menjadi subyek atau pun pelaku usaha, bukan lagi sekadar obyek di dunia pertanian,” papar mantan Bupati Serdangbedagai (Sergai) periode 2013-2015 dan 2016-2021 ini melalui  telepon selulernya, Senin (09/01/2023) siang.

Dijelaskannya, petani mandiri mampu memanfaatkan secara optimal sumber daya alam, tenaga, modal dan teknologi, sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarganya. Dalam hal ini, petani mandiri juga mampu mengatasi beragam hambatan dan tantangan yang terjadi saat melakukan budidaya pertanaman. Termasuk didalamnya, mampu mengolah hasil panen menjadi produk siap jual yang bersaing di pasar dan tentunya, bernilai ekonomis.

“Intinya, petani bisa mengolah lahan pertanamannya secara baik dan benar tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah, sehingga memperoleh hasil panen yang mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya,” ungkap Soekirman.

Ia mengklaim, beragam persoalan di sektor pertanian, seperti keterbatasan pasokan pupuk berbahan kimia, dan minimnya ketersediaan irigasi di Sumut, harus dijadikan momen bagi para petani untuk segera mandiri. Apalagi, sejak beberapa tahun terakhir, pihak Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DKPTPH) Sumut, gencar menyosialisasikan penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan dan hortikultura.

“Tidak hanya sekadar melakukan sosialisasi, pihak DKPTPH Sumatera Utara juga  mengajarkan kepada anggota kelompok tani (poktan) di berbagai kabupaten/kota cara pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati dari bahan-bahan di sekitar tempat tinggal para petani,” urai Soekirman.

Diakuinya, pertanian organik menjadi alternatif untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan pertanian. Program pertanian terintegrasi berkelanjutan yang digagas Kementerian Pertanian (Kementan) sejak beberapa tahun terakhir merupakan solusi tepat mengatasi hal tersebut.

“Dalam program pertanian terintegrasi itu ada penangkar benih atau pun bibit, peternakan yang limbahnya bisa digunakan untuk pupuk tanaman, penerapan teknologi tepat guna sesuai kearifan lokal, serta sejenis koperasi yang akan menampung hasil panen petani,” sebutnya.

Pada kesempatan itu, Soekirman juga memuji Provinsi Bali yang telah mengeluarkan Peraturan daerah (Perda) No 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik. Selain alasan faktor kesehatan, perda itu sebagai salah satu upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam mengurangi ketergantungan para petani terhadap pupuk dan pestisida berbahan kimia yang pasokannya semakin terbatas.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga harus segera memikirkan perda tentang pertanian organik agar kesejahteraan keluarga petani bisa meningkat,” imbau Soekirman.

Ketua Perhiptani Sumut, Ir H Soekirman, bersama seorang petani sayur organik, usai memanen, beberapa waktu lalu. Foto Ist
Sebelumnya, Plh Kepala Bidang Sarana dan Prasarana DKPTPH Sumut, Heru Suwondo, menyatakan, dari alokasi pupuk bersubsidi tahun 2023 sebanyak 9 juta ton, Sumut mendapatkan jatah 239.957.000 kg urea dan 148.676.000 kg NPK, serta 7.692.000 NPK Formula Khusus. Jumlah tersebut masih tergolong minim dibanding kebutuhan pupuk para petani Sumut yang jumlahnya berkisar jutaan ton per tahun.

“Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian, sistem pendistribusian pupuk bersubsidi tahun ini dengan E-Alokasi yang berbasis data Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian, red),” tukasnya.

Sementara, Kepala DKPTPH Sumut, Rajali, melalui Sekretaris Dinas, Hj Lusyantini, mengklaim, pihak Kementan berupaya memaksimalkan peranan kelembagaan petani sebagai penentu keberhasilan pembangunan pertanian. Menurutnya, kelembagaan petani akan memudahkan pemerintah dan pemangku kepentingan lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan pada petani agar bisa mandiri.

“Dalam melakukan budidaya pertanian, para petani harus bergabung dalam kelompok tani untuk membentuk korporasi petani,” ujar Lusyantini didampingi Kabid Penyuluhan, H Sutarman dan Kepala Seksi Kelembagaan Penyuluh, Syafnurdin Asroi, di ruang kerjanya, kawasan Jalan AH Nasution Medan.

Dikemukakannya, pembentukan Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) sebagai pelaku utama pembangunan pertanian difokuskan melalui pengawalan dan pendampingan secara intensif guna meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. 

"Melalui program KEP, kita optimistis kemandirian petani akan terwujud seiring dengan peningkatan kesejahteraan keluarganya," tandas Lusyantini. Fey



Komentar

Berita Terkini