|

8.328 Calhaj Sumut Batal Berangkat

Suasana di depan Ka'bah di Masjidil Haram, sebelum terjadi pandemi Covid-19. Foto Ist 
Medan- Sebanyak 8.328 calon haji (calhaj) Sumatera Utara (Sumut) dipastikan batal berangkat menunaikan ibadah haji tahun 2020 atau 1441 Hijriyah.

“Kuota untuk Sumatera Utara sebanyak 8.328 orang dan yang sudah melaksanakan pelunasan sebanyak 8.132 orang atau sekira 97 persen lebih,” papar Pelaksana tugas (Plt) Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sumut, HM David Saragih, di Medan, Selasa (02/06/2020).

Menurutnya, pembatalan itu merupakan tindaklanjut dari keputusan yang dikeluarkan Mentri Agama, Fakhrur Razi, dengan alasan pandemi covid-19. Sebagai gantinya, calhaj yang dibatalkan keberangkatannya pada tahun ini, dijadwalkan ke Tanah Suci Mekah di tahun 2021 atau 1442 H.

“Kalau menurut mekanisme, yang tak jadi berangkat tahun ini berangkat tahun 2021. Yang tahun 2021 berangkat 2022, karena berdasarkan kuota,” tuturnya.

Terkait adanya kemungkinan penolakan dari calhaj yang batal berangkat, pihaknya sudah melakukan langkah antisipasi.

“Jika ada masyarakat yang tak menerima, kita tetap berikan arahan melalui para ustad. Jika ada yang kurang puas, akan dikembalikan pelunasan. Kita akan kembalikan dengan teknisnya melalui Kemenag kabuppaten/kota, terus ke Kanwil dan akan diusulkan ke Jakarta, itu 100 persen dari dana pelunasan, bukan awal,” urainya.

Plt Kakanwil Kemenag Sumut, HM David Saragih, memberikan keterangan seputar pembatalan keberangkatan calhaj asal Sumut tahun 2020 di lobi kantor kawasan Jalan Gatot Subroto Medan, Selasa (02/06/2020). Foto Ist
Sebelumnya di Jakarta, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, memastikan, keberangkatan calon haji (calhaj) pada penyelenggaraan ibadah haji 1441 H/2020 Masehi dibatalkan. Kebijakan ini diambil karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang belum usai.

“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 Hijriyah atau 2020 Masehi,” paparnya dalam kesempatan telekonferensi dengan para jurnalis di Jakarta, Selasa (02/06/2020).

Sesuai amanat Undang-undang, kata Menag, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi. Ia mengklaim, keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Menurutnya, pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.

"Agama mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pembatalan," tegasnya.

Ditambahkan, pihak Kemenag telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi pada masa-masa lalu. Hasilnya, penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan karena puluhan ribu jemaah haji menjadi korban. Diantaranya, wabah Thaun (1814), wabah epidemi (1858), wabah kolera (1892) dan wabah meningitis (1987).

"Pada 1947, Menteri Agama, Fathurrahman Kafrawi juga mengeluarkan Maklumat Kemenag nomor 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang," tuturnya.

Selain soal keselamatan, Menag Fachrul Razi menyatakan, kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441 H/2020 M. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah. Padahal, persiapan itu penting agar jemaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.

“Rencana awal, kloter pertama berangkat pada 26 Juni 2020. Untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” urainya.

Sejumlah jamaah umroh asal Indonesia bersiap melakukan prosesi Sa'i menyusuri Bukit Shafa dan Marwa, sebelum pandemi Covid-19. Foto Fey
Menag Fachrul Razi menilai, bila calhaj dipaksakan berangkat, ada risiko besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakan pun, tidak mungkin karena Pemerintah Arab Saudi tak kunjung membuka akses.  Ditegaskannya, pembatalan keberangkatan calhaj berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI).

"Pembatalan itu tidak hanya untuk jemaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jemaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada," sebutnya.

Seiring keluarnya kebijakan pembatalan keberangkatan calhaj, jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun ini akan menjadi jemaah haji 1442 H/2021 M. Pihaknya berjanji, setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

“Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442 Hjriyah/2021 Masehi,” paparnya lantas menambahkan, setoran pelunasan Bipih juga dapat diminta kembali oleh calhaj. Rel
Komentar

Berita Terkini