![]() |
Tanaman jagung yang terkena serangan frugiperda di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deliserdang, Kamis (05/03/2020). Foto Fey |
"Saya tidak menyangka secepat ini kerusakannya, karena baru tiga hari tidak lewat di tempat ini," ungkap petugas Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan Sunggal, Murni, saat mendampingi Kasubdit Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Ir Mutiara Sinuraya MSi dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPT PTPH) Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provsu, Marino San SP MM, meninjau areal pertanaman jagung di kawasan itu, Kamis (05/03/2020).
Ia mengaku sempat melaporkan adanya serangan frugiperda di kawasan Sunggal beberapa waktu lalu. Bersama petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan-Pengamat Hama Penyakit (POPT-PHP) setempat, Murni mencoba memberikan pemahaman kepada para petani jagung untuk pentingnya merawat tanaman di masa pertumbuhan. Namun, ia tidak menduga cepatnya frugiperda merusak pertanaman jagung di wilayah tugasnya itu.
"Terakhir saya lewat di jalan ini hari Jumat (28 Februari 2020, red), tidak separah ini tanaman jagungnya. Setelah itu, tidak lewat jalan ini lagi karena harus ke petani di desa lain," sebutnya yang saat itu bersama petugas POPT-PHP, Nebus Sembiring.
Hal itu dibenarkan petani jagung yang tanamannya terserang frugiperda, Boru Sitompul. "Cepat kali rusaknya tanaman jagungku ini pak. Biasanya setelah disemprot (maksudnya menggunakan pestisida, red), ulatnya langsung mati dan tanaman subur lagi. Tapi ini tidak," keluh pengelola areal tanaman jagung seluas 3 hektar ini.
Mendengar hal itu, Mutiara Sinuraya mencoba mengembalikan semangat sang petani dengan menyatakan, pertanaman jagung yang rusak parah bisa diselamatkan dengan pengendalian secara tepat.
"Lakukan pengendalian secara tepat, dengan penyemprotan insektisida saat menjelang malam. Mudah-mudahan, besoknya hama ulat grayak frugiperda itu bermatian dan tanaman bisa kembali tumbuh subur karena masih berusia muda," tuturnya.
Sementara, Kepala PTPH Dinas TPH Provsu, Marino San, mengakui, serangan hama ulat grayak frugiperda memang telah meluas di beberapa kabupaten yang menjadi sentra jagung di Sumut. Berdasarkan data yang dihimpun petugas POPT-PHP, selama 2019, 'korban' frugiperda di wilayah Sumut mencapai 6.002,3 ha dari 320.530 ha areal pertanaman jagung.
"Dari 6.002,3 hektar yang terserang itu, seluas 5.933,1 hektar kategori ringan, 66,2 hektar kategori sedang dan 3 hektar kategori berat seperti di Kecamatan Sunggal ini," paparnya.
Pada kesempatan itu, Praktisi hama dan penyakit tanaman yang juga bertugas sebagai tenaga Fungsional di UPT PTPH Dinas TPH Provsu, Rukito, mengemukakan, hama ulat grayak frugiperda memiliki enam stadia pertumbuhan.
"Dari stadia satu sampai tiga, masih bisa diatasi dengan insektisida dan langsung mati. Tapu untuk stadia 4-6, frugiperda sudah berada di pucuk daun jagung, sehingga penyemprotan tidak lagi efektif," urainya.
Khusus stadia 4-6, Rukito menyarankan untuk melakukan pengendalian secara manual, yakni memungut satu-persatu ulat di tanaman jagung dan mematikannya. Selain itu, Rukito mengklaim, menanam Refugia di sekitar areal pertanaman, termasuk jagung dan padi juga efektif meminimalisir serangga musuh alami seperti kumbang, lebah, semut dan serangga hama lainnya.
"Kupu-kupu dan thrips sangat tertarik dengan tanaman yang berbunga dan warna mencolok serta berbau. Apalagi, bunga tanaman Refugia berwarna terang dan menghasilkan nektar yang bermanfaat sebagai sumber pakan musuh alami," tandasnya. Fey