![]() |
H Suliyono SP memperlihatkan produk pupuk Suprecals 900, Rabu (10/09/2025). Foto Ist |
Suliyono namanya. Pria kelahiran Lamongan Provinsi Jawa Timur pada 09 Juli 1970 ini harus berjibaku dengan beragam hambatan saat merintis bisnis pupuknya. Mengawali karir sebagai sales marketing produk pupuk di Brebes, Jawa Tengah, pada tahun 1989, suami dari Nanik Sulistyowati ini harus berhadapan langsung dengan petani dan kios pengecer. Minim pengalaman tidak membuatnya putus asa untuk terus belajar agar produk yang dibawanya diminati.
Hasilnya, target yang diberikan pihak perusahaan mampu dilampaui. Satu hal yang membuat bapak dari empat anak ini, masing-masing, Ramadhany Intan Wigati, Rangga Dewantoro, Zafira Alya Maharani, dan Fawza Syifa Rahmadini, dipindahkan ke Demak. Jiwa marketingnya semakin terasah, dan target kembali terlampaui.
Wajar bila Suliyono diboyong atasannya saat ditugaskan ke Kota Medan pada awal tahun 1991. Meski semula sempat ragu, namun akhirnya pria yang telah memiliki seorang cucu ini, mengangguk setuju.
"Orang tua mengizinkan saya untuk merantau ke Kota Medan," ujar Suliyono saat disambangi dikediamannya kawasan Jalan Karya Kasih Gang Pipa Kelurahan Pangkalan Mansyur Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Rabu (10/09/2025) pagi.
Di Kota Medan, ia hanya bermukim selama beberapa hari di kantor perwakilan perusahaan, kawasan Jalan Amaliun, sebelum ditugaskan ke Kabupaten Karo. Kembali Suliyono harus beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru. Semuanya berbeda dari Pulau Jawa, mulai dari karakter masyarakatnya hingga adat-istiadat setempat yang harus dipelajarinya.
"Saya dua tahun ngekos di Kota Berastagi, dan dua tahun ngekos di Kabanjahe, tapi menawarkan produk pupuk ke seluruh wilayah Kabupaten Karo," tutur pria yang dipercaya menjadi Ketua Badan Kenaziran Masjid Baitur Rahma, kawasan Jalan Karya Jaya Medan Johor ini.
Perlahan tapi pasti, keberadaan alumni Fakultas Pertanian jurusan Agronomi Universitas Al Washliyah (Univa) Medan ini mulai diterima masyarakat. Penjualan pupuknya di Kabupaten Karo kembali sukses. Ganjarannya, satu unit mobil taft badak menjadi kendaraan dinasnya. Padahal, saat itu dirinya belum bisa mengemudikan mobil.
"Saya harus belajar menyetir setiap ada kesempatan sampai akhirnya mahir," tukasnya.
Pihak perusahaan kemudian meliriknya untuk dipindahkan ke Pulau Jawa lagi. Baru beberapa bulan bertugas, ia kembali ditugaskan ke Kabupaten Karo lagi dengan alasan, omset penjualan mengalami penurunan.
"Waktu itu status saya masih lajang, jadi kemana pun ditugaskan tetap diterima asalkan direstui orang tua," paparnya.
Pada akhirnya, sekira pertengahan tahun 1995, Suliyono memilih mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja dan memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Hanya saja, status pengangguran tidak membuatnya betah, sehingga memutuskan untuk kembali merantau ke Kota Medan. Kali ini, ia bertekat untuk membuka usaha sendiri, tentunya bisnis yang sesuai dengan keahliannya selama ini, yakni penjualan pupuk.
Bermodalkan keahlian sebagai sales dan channel ke petani dan kios pengecer pupuk yang selama ini telah terbangun, Suliyono nekat menawarkan produk pupuk milik rekan rekannya.
"Saya tawarkan pupuk dari kawan-kawan ke kios pengecer dan petani, kalo berminat baru saya ambil dan serahkan ke petani yang langsung membayarnya," ucapnya.
Keberuntungan mulai berpihak kepadanya, saat seorang pemilik kios di Kabupaten Karo memesan 500 kilogram pupuk kalsium vertikal 800 dengan harga Rp10.000 per kg. Sontak, permintaan itu disanggupi.
"Saya sanggupi aja, meski belum tahu dimana bisa mendapatkan pupuk yang diminta itu," paparnya.
Beragam upaya dilakukan untuk mendapatkan pesanan tersebut, hingga akhirnya, tanpa diduga, produk pupuk yang dimaksud terpajang di salah satu stan, saat pameran di Kota Medan. Harganya juga murah, berkisar Rp700 per kg. Intuisi bisnisnya seketika muncul. Ia mulai memesan kotak, karton, plastik dan mesin press agar pupuk dimaksud bisa dikemas sendiri. Untuk pengemasan, Suliyono memanfaatkan tenaga sejumlah tetangga di sekitar rumah kontrakannya.
"Setelah semuanya dihitung, modal satu kotak pupuk berikut upah pekerja, berkisar Rp3.000 sampai Rp3.500, sementar pemesan sudah bersedia membeli Rp10 ribu per kg," sebutnya.
Sebelum diantar ke pemesan, produk pupuk itu diberi-nama Supercals 900. Guna memikat pemesan pupuk tersebut, Suliyono menurunkan harga jualnya menjadi Rp9.000 per kg, lebih murah Rp1.000 per kg dari janji pemesan sebelumnya. Alhasil, trik tersebut mampu memikat konsumen, sehingga Supercals 900 mulai diminati di pasaran.
Ia juga bekerja sama dengan para petani dan personil Penyuluh Pertanian Lapang untuk mengadakan lahan percontohan (demo plot, disingkat demplot) untuk menggunakan Supercals 900. Di Kabupaten Deliserdang, misalnya, ia mampu menggandeng 30 orang untuk mengadakan demplot dengan honor Rp500 ribu per orang.
"Honor Rp500 ribu itu saya ambil dari hasil penjualan pupuk saat demplot," tukasnya.
![]() |
H Suliyono didampingi sang istri, Ninik, foto bersama anak dan cucunya, beberapa waktu lalu. Foto Ist |
"Pemilik rumah menyuruh saya membeli rumah yang saya kontrak itu seharga Rp200 juta," urainya.
Di masa jaya itu pula, Suliyono mendirikan bangunan untuk penyimpanan produk pupuk di kawasan Jalan Metrologi Medan Johor. Hanya saja, badai mulai menghampiri bisnisnya sekira tahun 2005. dan memuncak sekira tahun 2012. Kesalahan dalam pengelolaan manajemen perusahaan mengharuskannya menjual harta bendanya, termasuk rumah seharga Rp800 juta. Hanya tersisa bangunan gudang berukuran 7x23 meter persegi yang masih dalam proses kredit dan satu unit mobil pickup.
"Saat itu, istri saya yang menjadi penyemangat agar tidak menyerah dengan keadaan dan bangkit lagi dari keterpurukan," ujarnya.
Dari rumah kontrakan, kembali Suliyono menata perekonomian keluarganya. Tagihan demi tagihan yang belum terbayarkan silih berganti berdatangan. Semuanya dihadapinya dengan penuh rasa bertanggung jawab.
"Jangan pernah berganti nomor handphone atau pun menghindar saat ditagih. Hadapi meski harus dicaci-maki akibat kesalahan kita," katanya berbagi tips.
Memanfaatkan mobil pick-up dan beberapa kotak berisi pupuk Supercals 900, Suliyono menawarkan produknya ke seluruh kios pengecer pupuk di wilayah Kota Binjai dan sekitarnya. Tak sia-sia, produknya laku terjual.
"Padahal, waktu itu saya hanya bawa uang Rp50 ribu untuk isi bensin. Kalo tidak ada barang yang laku, saya nggak bisa pulang," kenangnya.
Pelajaran berharga diperolehnya saat kembali merintis usaha. Menyisihkan 10 persen dari omset penjualan diniatkannya agar mendapatkan keberkahan rezeki. Lembaran rupiah yang diperolehnya mulai sedikit membantu mengatasi perekonomian keluarga.
"Waktu usaha kolaps, kami sempat membeli beras per kilogram di warung yang jauh dari rumah karena malu dengan tetangga," imbuhnya.
Angin segar mulai berhembus sekira tahun 2013, saat seseorang menawarkan dana Rp130 juta dan ikut bergabung dalam bendera perusahaan miliknya. Roda bisnis kembali bergerak. Belajar dari pengalaman sebelumnya, manajemen dikelola lebih selektif. Suliyono juga menerapkan sistem paket dalam penjualan pupuknya.
Trik tersebut berhasil dan mampu mengembalikan kondisi keuangannya yang terpuruk. Sekira tahun 2015, berdalih ingin berbisnis benih tanaman, rekan kerjanya mundur dari CV Lintang Mas Agro.
"Saya tidak tahu apakah Allah sengaja mengirimkan kawan itu untuk membantu saya dan setelah usaha kembali bangkit, beliau mundur," ungkapnya.
Sembari menjalankan bisnisnya, Suliyono tetap tidak melupakan untuk bersedekah. Di tahun 2016, ia mulai rutin bersedekah nasi setiap hari Jumat, mulai awalnya sebanyak 30 bungkus/kotak, meningkat menjadi 40 bungkus/kotak, dan hingga kini mencapai 100 kotak.
"Dalam rezeki kita, ada hak orang lain," ujarnya memberi alasan.
Perekonomian keluarganya semakin membaik, sehingga pada tahun 2017, Suliyono berkesempatan menunaikan ibadah umroh ke 'Tanah Suci' Mekkah Al Mukarromah. Di tahun yang sama, ia mendaftarkan orang-tuanya untuk berhaji.
Setahun berikutnya, yakni tahun 2018, giliran pasangan suami istri (pasutri) ini yang mendaftar haji. Baru di tahun 2019, pasutri ini menunaikan ibadah umroh secara bersama-sama.
Bukannya berkurang, justru penjualan pupuknya semakin bertambah. Pundi-pundi rupiahnya kian 'gemuk'. Ia juga tetap bertahan di rumah kontrakannya, sembari mencoba melirik rumah untuk hunian keluarganya.
Niatnya untuk membeli rumah semakin menggebu saat mendengar tausyiah menjelang pelaksanaan sholat tarawih dari seorang ustad bernama Thohir pada Mei 2020 yang menganjurkan setiap umat muslim memperbanyak sholawat agar keinginannya tercapai. Maklum, bila ditotal, uang yang dimilikinya saat itu hanya berkisar Rp700 juta. Sementara, rumah yang dijualnya dulu di Gang Pipa mau dijual pemiliknya lagi seharga Rp900 juta.
"Saya coba amalkan sholawat 1.000 kali sehari dan meningkat menjadi 2.000 kali sehari sembari memohon niat untuk membeli rumah terwujud," tuturnya.
Ternyata, Sang Pencipta memudahkan upayanya untuk mendapatkan rumahnya kembali. Pada Desember 2020, tepatnya delapan bulan setelah mengamalkan bacaan sholawat secara rutin, Suliyono mampu membeli kembali rumah tersebut secara tunai.
"Allahu Akbar, tiada tempat terbaik memohon dan berlindung, hanya kepada- Nya," puji pria yang bersama sang istri menunaikan ibadah haji pada musim haji lalu ini.
Begitu juga kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan kata 'Super' pada produk pertanian, termasuk pupuk, pada tahun 2021, tak mengurangi minat konsumen. Menggunakan nama merek dagang baru, yakni Suprecals 900, popularitas produknya semakin melaju pesat.
Kini, setelah melewati pahit-getirnya berbisnis, Suliyono hanya berpesan singkat kepada pihak-pihak yang sedang menghadapi masa sulit dalam kehidupan.
"Selain tetap berserah-diri kepada Allah SWT, kita harus terus menjaga hubungan baik dengan pelanggan, serta tetap semangat dalam berusaha dan selalu percaya diri untuk menawarkan produk kita," tandasnya. Fey