|

BIP Tanjungmorawa Targetkan 123.750 Kg Benih Padi Label Ungu

Seorang pekerja sedang melakukan pemupukan di areal pertanaman padi yang dikelola UPTD BIP Tanjungmorawa, sebelum dijadikan benih padi berlabel Ungu, beberapa waktu lalu. Foto Ist 

    Medan - Pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Benih Induk Padi (BIP) Tanjungmorawa memasang target menghasilkan sebanyak 123.750 kilogram (kg) benih padi label ungu pada tahun 2024. Jumlah tersebut sesuai dengan realisasi tahun 2023 yang juga dibiayai dari APBD Provinsi Sumut.

   "Target itu dihasilkan dari tiga varietas padi selama dua musim tanam tahun 2024 di areal persawahan hampir seluas 19 hektar, masing-masing, Inpari 32 HDB, Mekongga dan Ciherang," ungkap Kepala UPTD BIP Tanjungmorawa, Jonni Akim Purba, usai apel pagi di halaman Kantor Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (Ketapang TPH) Sumut, kawasan Jalan AH Nasution Medan, Senin (13/05/2024).

   Untuk Musim Tanam (MT) I, pihaknya memproduksi 56.250 kg benih padi, masing-masing dari Inpari 32 HDB sebanyak 33.750 kg, Ciherang 10.425 kg dan Mekongga 12.075 kg. Begitu juga di MT II, target produksi benih padi mencapai 67.500 kg, terdiri atas, Inpari 32 HDB sebanyak 35.625 kg, Ciherang sebanyak 19.125 kg dan Mekongga sebanyak 12.750 kg. 

    "Varietas yang kita tanam sesuai dengan kebutuhan masyarakat petani dan kualitas menjadi prioritas, bukan kuantitas," tukas Jonni Akim yang saat itu didampingi Kepala Seksi Pelayanan Teknis, Rony Permadi, Kepala Seksi Produksi, Agus Syahputra Siregar dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Aulia. 

   Pihaknya juga mengklaim, telah memanfaatkan pupuk organik dalam proses pertanaman padi. Meskipun tidak sepenuhnya, namun, secara perlahan, penggunaan pupuk kimia semakin diminimalisir. Salah satunya, kata Jonni Akim, menggunakan dolomit saat proses pengolahan lahan tanam untuk mengembalikan kesuburan tanah. 

   "Penggunaan bahan non kimiawi masih tetap kita upayakan pemanfaatannya dalam proses pertanaman padi," sebutnya.

Sejumlah pekerja di UPTD BIP Tanjungmorawa, beberapa waktu lalu. Foto Ist

   Secara terpisah, Kepala Dinas Ketapang TPH Sumut, H Rajali, melalui Sekretaris Dinas, Hj Lusyantini, membenarkan hal itu. Menurutnya, pemanfaatan bahan organik memiliki sejumlah manfaat. Selain mampu meminimalisir biaya pengeluaran, produk yang dihasilkan juga cenderung lebih sehat karena tidak tersentuh bahan kimia.

    "Untuk saat ini, belum memungkinkan kita sepenuhnya menggunakan bahan-bahan organik dalam pertanaman padi di UPTD Benih Induk Padi Tanjungmorawa karena terkait Pendapatan Asli daerah yang harus dipenuhi," tuturnya.

    Mengenai produktivitas benih padi yang dihasilkan tergolong minim dibanding untuk konsumsi, Lusyantini menegaskan, hal itu lumrah terjadi. Selain proses untuk bisa menjadi benih lebih lama yakni berkisar hampir lima bulan, seleksi yang dilakukan juga tergolong ketat. Konsekuensinya, produksi benih padi bakal lebih sedikit dibanding untuk konsumsi. Namun, kata Lusyantini, dari sisi harga jual, lebih mahal benih padi dibanding padi untuk dikonsumsi.

    "Makanya, untuk menghasilkan benih padi, kita lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas," sebutnya.  

    Begitu juga dalam hal pemilihan varietas untuk ditanam, Lusyantini menyatakan, sesuai dengan kebutuhan masyarakat petani. Dicontohkannya Inpari 32 HDB, dipilih karena varietas ini toleran atau tahan terhadap serangan Hawar Daun Bakteri (HDB), sehingga kerap disebut dengan Varietas Inpari 32 HDB.

    "Setelah dilepas oleh pihak Kementerian Pertanian pada 2013 silam, para petani, termasuk di Sumatera Utara, cenderung memilih jenis padi Inbrida padi sawah irigasi turunan varietas Ciherang ini," tandasnya. Fey


Komentar

Berita Terkini