|

Petani Padi Desa Perbangunan belum 'Merdeka'

Seorang petani padi marga Sinaga (topi putih) saat mengeluhkan ketiadaan irigasi di Desa Perbangunan Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan, kepada Kasi Aneka Kacang dan Umbi Bidang Tanaman Pangan Dinas TPH Sumut, Unedo Koko Nababan (kemeja gelap), pekan lalu. Foto Fey

Sei Kepayang | Duka masih membayangi para petani di kawasan Desa Perbangunan Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan. Tanpa irigasi, selama puluhan tahun mereka terpaksa berjibaku menafkahi keluarga melalui beragam tanaman berumur singkat, saat tiba musim kemarau.

“Meski Indonesia sudah merdeka selama 77 tahun, tapi para petani disini belum merasakan nikmat kemerdekaan itu,” keluh seorang petani padi bermarga Sinaga, saat pihak Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut menyosialisasikan program pertanaman kedelai untuk tahun 2023 di Pasar 3 Desa Perbangunan Kecamatan Sei Kepayang, pekan lalu.

Betapa tidak, lanjutnya, ketiadaan saluran irigasi membuat para petani hanya mengandalkan curah hujan untuk mengairi areal persawahannya. Selebihnya, yakni saat musim kemarau, biasanya selama Februari-Juni, beragam tanaman semusim, seperti sayuran, buah dan juga kacang-kacangan, termasuk jagung, silih berganti tumbuh di areal pertanian seluas 2.500 Hektar (Ha) yang berada di desa tersebut. Hasilnya, kesejahteraan keluarga petani tak kunjung membaik.

“Saat musim kemarau, kami sudah mencoba berbagai tanaman semusim, tapi hasilnya tidak memadai, bahkan sebagian besar justru mengalami gagal panen,” sebut Sinaga.

Padahal, lanjutnya, hasil panen padi varietas Inpari 42 yang ditanam petani setempat tergolong tinggi, yakni mencapai 9 ton per Ha. 

“Kami sangat membutuhkan saluran irigasi untuk mengairi areal persawahan, agar hasil panennya bisa membuat keluarga kami bisa sejahtera,” ungkapnya.

Ia mencontohkan saat para petani menanam kedelai, beberapa tahun silam. Sejumlah petani yang telah memanen kedelai, justru kelimpungan saat hendak memasarkannya akibat harga jual tidak sebanding dengan pengeluaran sebelumnya. Begitu juga dengan kacang tanah dan jagung, hama dan penyakit kerap menyerang pertanaman. 

“Sebenarnya, para petani juga tidak bisa menjaga kebersihan di sekitar lahan pertaniannya, sehingga banyak hama dan penyakit menyerang tanaman yang berdampak fatal terhadap hasil panen,” urainya.

Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Aneka Kacang dan Umbi Bidang Tanaman Pangan Dinas TPH Sumut, Unedo Koko Nababan, mengaku institusinya tidak memiliki kewenangan dalam membangun irigasi primer.

“Kewenangan Dinas TPH Sumatera Utara hanya membangun saluran sekunder dan tersiernya saja agar air dari saluran irigasi primer bisa mengalir ke areal persawahan,” papar Koko, sapaan akrabnya, yang saat itu didampingi dua staf dari Dinas Pertanian Kabupaten Asahan, masing-masing Faisal Hendra Siregar dan Limbong.

Kehadirannya ke Desa Perbangunan, kata Koko, justru untuk memanfaatkan lahan pertanian yang selama ini nyaris tidak diberdayakan para petani akibat ketiadaan air, melalui pertanaman kedelai.

“Setiap tahun, dari APBD Sumatera Utara dan APBN, ada program bantuan bibit kedelai berikut sarana produksi pertaniannya di tahun 2023 yang hari ini coba kita tawarkan kepada para petani di Desa Perbangunan, agar lahan pertanian bisa tetap menghasilkan selama musim kemarau,” paparnya.

Koko mengemukakan, pada tahun 2022, secara reguler, Sumut mendapatkan alokasi bantuan bibit kedelai berikut saprodinya seluas 875 Ha. Jumlah tersebut ditambah dengan bantuan yang bersumber dari Anggaran Belanja Tambahan (ABT) APBN 2022 seluas 10 ribu Ha.

“Khusus bantuan bibit kedelai dari ABT ini, CPCL (Calon Petani Calon Lokasi, red) yang sudah masuk ke kita seluas 4.511 hektar, tapi belum direalisasikan,” urainya. 

Ia mengklaim, jumlah bantuan bibit kedelai plus saprodi secara reguler dari pihak Kementerian Pertanian (Kementan) kepada petani di Sumut pada tahun 2023 bertambah menjadi 5.000 Ha dan ABT mencapai 7.000 Ha. Kondisi itu mendorong pihaknya, bekerja sama dengan Dinas Pertanian kabupaten/kota dan institusi atau pun lembaga terkait untuk mencari lahan yang bisa ditanami kedelai. Apalagi, produksi kedelai dari petani di Sumut masih tergolong minim.

Pada tahun 2022, misalnya, produksi kedelai yang dihasilkan petani Sumut hanya berkisar 5.887 ton dari kebutuhan mencapai 180.137 ron per tahun. Produksi itu meningkat dibanding tahun 2021 yang berkisar 4.052 ton. Untuk itu, dibutuhkan perluasan areal tanam kedelai agar kebutuhan masyarakat Sumut tercukupi.

“Di luar kebutuhan konsumsi masyarakat, kedelai mempunyai prospek cerah bila hasil panen petani dijadikan bibit, karena masih sulit mendapatkan bibit kedelai di Sumatera Utara,” ujar Koko.

Ditambahkannya, sejumlah petani di sentra pertanaman kedelai di Sumut, seperti Kabupaten Langkat, Deliserdang, Serdangbedagai, Simalungun, Padangsidimpuan, Padanglawas dan Padanglawas Utara, kerap kesulitan untuk mendapatkan bibit saat hendak memperluas areal pertanaman. Memenuhi kebutuhan hidup keluarga menjadi alasan klasik para petani, sehingga enggan menyisihkan sebagian besar hasil panen kedelai untuk dijadikan bibit pada musim tanam berikutnya.

Selain itu, produktivitas tanaman kedelai petani juga hanya berkisar 1,58 ton per Ha, seperti di tahun 2021.

“Para petani hanya menyisihkan sebagian kecil hasil panen kedelai untuk dijadikan bibit karena mereka juga butuh menghidupi keluarganya dari hasil penjualan kedelai untuk konsumsi,” tukas Koko.

Sementara, Faisal Siregar dari Dinas Pertanian Asahan, menegaskan, beragam bantuan, baik saprodi maupun alat mesin pertanian (alsintan) telah diberikan kepada para petani di Desa Perbangunan. Terakhir, hand sprayer elektrik yang diterima sejumlah anggota kelompok tani di wilayah tersebut.

“Kalau membangun irigasi, seperti permintaan bapak-bapak tadi, kewenangan Dinas Pertanian hanya sebatas membangun jaringan sekunder dan tersiernya saja,” tandasnya. Fey

Komentar

Berita Terkini