|

Pengawasan Pupuk Bersubsidi Kian Diperketat

Kabid Sarpras Dinas TPH Sumut, Jonni Akim Purba, saat tampil sebagai pemateri dalam Rakor Pelaksanaan dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi di Sumut Tahun Anggaran 2022 di Ahmad Yani Meeting Room Hotel le Polonia, kawasan Jalan Sudirman Medan, Selasa (29/03/2022). Foto Toni

Medan- Guna menghindari penyimpangan, pengawasan terhadap distribusi pupuk bersubsidi semakin diperketat pada tahun 2022. Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi di Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2022 yang digagas pihak Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut di Ahmad Yani Meeting Room Hotel Le Polonia, kawasan Jalan Sudirman Medan, Selasa (29/03/2022).

"Alokasi pupuk subsidi tahun 2022 hanya 9.118.057 ton senilai Rp25,27 triliun dari pengjuan mencapai 24 juta ton, sehingga kita akan mengoptimalkan pengawasan KP3 (Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida, red) di pusat dan daerah untuk menghindari penyimpangan di lapangan," papar Kasubdit Pupuk Bersubsidi Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Yanti Ermawati, secara daring yang diikuti puluhan peserta dari seluruh kabupaten/kota di Sumut.

Kendati demikian, pihaknya memperkirakan, penanganan penyimpangan di lapangan belum mampu menyelesaikan persoalan pupuk di negeri ini. Pasalnya, alokasi pupuk bersubsidi lebih rendah dari pengajuan. 

Yanti mengemukakan, ada beberapa rekomendasi dari Tim Panja Pupuk DPR RI dan Ombudsman dalam memperbaiki sistem pendistribusian pupuk bersubsidi tahun 2022, termasuk meningkatkan pengawasannya. Rekomendasi dimaksud antara lain, penerima pupuk bersubsidi adalah petani dengan lahan kurang dari 2 Hektar (Ha) untuk komoditas padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi rakyat, dan kakao rakyat. Untuk jenis pupuk yang disubsidi pada tahun 2022, adalah urea dan NPK.

Selain itu, kata Yanti, dibutuhkan data alokasi dan distribusi pupuk bersubsidi yang mudah diakses untuk meminimalisir aksi penyimpangan di lapangan.

"Rekomendasi itu kita implementasikan mulai bulan Juli 2022," sebutnya.

Sementara, Sub Kordinator Pengawasan Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Kementan, Karmila, yang tampil sebagai pemateri menyatakan, tujuan pegawasan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan, peredaran, penyimpanan serta penggunaan pupuk dan pestisida. Dengan kata lain, pengawasan pupuk dan pestisida harus dilaksanakan secara terkoordinir antara pusat dan daerah, termasuk kabupaten/kota, serta antara instansi terkait di bidang pupuk dan pestisida.

"Koordinasi pengawasan di pusat dilakukan KP3 pusat yang dibentuk dengan SK Menteri Pertanian dengan ketuanya Dirjen, KP3 provinsi melalui SK Gubernur dengan ketuanya Sekda provinsi dan KP3 kabupaten/kota oleh SK Bupati/Wali Kota dengan ketuanya Sekda kabupaten/kota," urainya. 

Sub Kordinator Pengawasan Pupuk dan Pestisida Kementan, Karmila, menjelaskan peranan KP3 dalam memnimalisir penyimpangan di lapangan. Foto Toni

Karmila menjelaskan, KP3 bertugas melakukan pengawasan terhadap produksi/pengadaan, peredaran/distribusi dan penggunaan pupuk dan pestisida secara terpadu atau terkoordinasi antar instansi terkait di bidang pupuk dan pestisida, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Beberapa diantaranya seperti melakukan koordinasi dan evaluasi tingkat provinsi/kabupaten/kota, pemantauan dan evaluasi KP3, pengambilan/pembelian sampel pupuk dan pestisida, serta pengujian/analisa sampel pupuk dan pestisida.

"Nantinya, monitoring dan supervisi dilakukan secara berjenjang, mulai tingkat kecamatan oleh Tim Pembina tingkat Kabupaten, Propinsi dan Pusat," sebutnya.

Kendati demikian, Karmila mengklaim, monitoring dan supervisi bisa dilakukan secara sampling bila terjadi kasus tertentu ke kios penyalur, petani/kelompok tani hingga ke lokasi produksi atau pun gudang.

Pada kesempatan itu, Karmila juga menyoroti sejumlah perbaikan di institusi KP3, seperti perampingan struktur organisasi, pengalokasian anggaran operasional, peningkatan pengetahuan SDM, penambahan personil PPNS serta penggunaan identitas pada saat pengawasan lapangan.

Di sela kegiatan, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut, Jonni Akim Purba, menyebutkan, sejumlah kewenangan KP3 adalah pupuk ilegal karena tidak terdaftar, palsu, impor atau pun habis masa izinnya. Kemudian, peredaran pupuk yang tidak sesuai label, baik aturan, kandungan dan lainnya. Dugaan pemalsuan pupuk dan pestisida, tidak sesuai izin, nomor pendaftaran produknya kadaluarsa, kios pengecer menjual harga pupuk dan pestisida melampaui Harga Eceran Tertinggi dan kios pengecer resmi tidak pasang papan nama.

"Penggunaan pestisida di tingkat petani yang cenderung tidak lagi mengikuti dosis maupun cara aplikasi yang dianjurkan, juga masuk dalam ranah tim KP3," ujarnya didamping Kasi Pupuk, Pestisida dan Alsintan, Heru Suwondo.

Puluhan peserta rakor dari seluruh kabupaten/kota di seluruh Provinsi Sumatera Utara. Foto Toni

Jonni Akim menambahkan, bagi pelanggar bisa dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, penghentian sementara, penarikan produk dari peredaran dan pencabutan izin. Tidak hanya sanksi administratif, pihak KP3 juga bisa menjerat para pelanggar dengan sanksi pidana.

"Kalau pelanggar pupuk, pidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal 3 miliar Rupiah serta untuk pestisida, pelakunya dipidana penjara selama tujuh tahun dan denda maksimal lima milyar Rupiah," tandasnya. Fey

Komentar

Berita Terkini