|

Mantan Gubsu Jadi Pahlawan Nasional

Salah satu buku yang menjelaskan kiprah Mr SM Amin Nasution dalam perjalanan bangsa Indonesia. Foto Net

Jakarta- Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar 'Pahlawan Nasional' kepada enam tokoh dalam peringatan Hari Pahlawan di Istana Negara Jakarta, Selasa (10/11/2020). Salah satu tokoh dimaksud adalah mantan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) yang dilantik sekira tahun 1953, Mr Sutan Mohammad Amin Nasution.

Menurut Jokowi, penganugerahan tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 117/TK Tahun 2020 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditandatangani pada 6 November 2020.

“Menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mereka sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas jasa-jasanya yang luar biasa, yang semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, atau perjuangan politik atau dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, dan mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” papar Jokowi membacakan isi Keppres itu.

Keenam tokoh nasional tersebut, masing-masing Sultan Baabullah (Maluku Utara), Macmud Singgirei Rumagesan–Raja Sekar (Papua Barat), Jenderal Polisi (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (DKI Jakarta), Arnold Mononutu dari Provinsi Sulawesi Utara, Mr Sutan Mohammad Amin Nasution (Sumaut) dan Raden Mattaher Bin Pangeran Kusen Bin Adi (Jambi).

Sejumlah referensi menjelaskan, Sultan Baabullah sukses mengusir penjajah Portugis dari Maluku Utara, sehingga Ternate menjadi sentral perdagangan rempah-rempah dengan jaringan internasional. Begitu juga Machmud Singgirei Rumagesan yang berkontribusi besar dalam melawan penjajahan Belanda untuk mengembalikan Papua Barat ke 'Ibu Pertiwi'. Tidak jauh berbeda kiprah Raden Said Soekanto Tjkrodiatmodjo yang memimpin institusi kepolisian sejak awal berdirinya NKRI hingga menjelang masuk ke sistem pemerintah Demokrasi Terpimpin dengan meletakkan dasar-dasar kepolisian nasional. Bahkan, di masa Presiden Abdurrahman Wahid, Raden Said Soekanto dinobatkan sebagai 'Bapak Kepolisian RI'.

Sementara, Arnold Mononutu telah terlibat aktif dalam dunia pergerakan nasional dengan misi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, serta Raden Matahher merupakan seorang panglima perang penuh talenta, cerdas, dan semangat dengan memenangkkan sembilan kali pertempuran melawan Belanda. Khusus Mr Sutan Mochammad Amin Nasution, telah memperjuangkan semangat “etnonasionalisme” menjadi “nasionalisme” di kalangan pemuda dengan memprakarsai fusi berbagai organisasi pemuda kedaerahan (Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Minahasa dan sebagainya). Bersama Muhammad Yamin dan tokoh muda lainnya, SM Amin Nasution berperan penting dalam penandatanganan naskah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Memiliki nama kecil sebagai Krueng Raba Nasution, SM Amin lahir di Lhok Ngah, Aceh, pada 22 Februari 1904. Pada perjalanannya, SM Amin kemudian menjadi Komisaris Jong Sumatranen Bond, yang turut serta di dalam Kongres Pemuda II di rumah Sie Kong Liang pada 27-28 Oktober 1928, Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat. Ia juga kesohor sebagai pengacara di Kuta Radja (sekarang Banda Aceh, red) dan banyak membantu para pejuang kemerdekaan ketika harus berurusan dengan lembaga hukum Pemerintah Hindia Belanda. 

Tim Peneliti dan Penguji Gelar Daerah (TP2GD) usai mengikuti rapat pengusulan nama Mr SM Amin Nasution sebagai calon Pahlawan Nasional dari Provinsi Sumatera Utara di Restoran Jimbaran Jalan Patimura Medan, Senin (14/5/2018) malam. Foto Net

Pada tahun 1930, SM Amin dikenal sebagai penggagas Komisi Besar Indonesia Muda. Di era kemerdekaan, SM Amin diangkat sebagai Gubernur Muda Sumatera Utara dan dilantik pada 14 April 1947. Saat itu, ia harus menghadapi hegemoni moneter Belanda yang masih ingin menguasai perekonomian Sumut. Ia merupakan satu-satunya Gubernur yang mengizinkan penerbitan uang Republik Indonesia sebagai simbol perlawanan terhadap sistem moneter Belanda saat itu. Uang terbitan ini kemudian dikenal sebagai Uripsu, atau Uang Republik Indonesia Sumatera Utara.

Beberapa bulan kemudian, SM Amin diberhentikan dari jabatannya karena munculnya peraturan baru oleh pemerintah darurat Republik Indonesia pada tahun 1949. Ia kemudian ke Jakarta dan empat tahun berselang, yakni sekira tahun 1953, dipercaya kembali menjadi Gubernur Sumut. fey/berbagai sumber



Komentar

Berita Terkini