"Dari seluas 6.002,3 hektar itu, sebanyak 5.933,1 hektar masuk dalam kategori serangan ringan, seluas 66,2 hektar kategori sedang dan 3 hektar kategori berat," ungkap Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provsu, Marino San SP MM, di ruang kerjanya kawasan Jalan AH Nasution Medan, Senin (02/03/2020).
Ia mengemukakan, sejumlah sentra pertanaman jagung di Sumut tak luput dari serangan frugiperda. Di Kabupaten Tanah Karo, misalnya, seluas 2.325,4 hektar mengalami serangan ringan, 40,5 ha kategori sedang dan 2 ha berada dalam kategori berat. Begitu juga Kabupaten Dairi yang berbatasan langsung dengan wilayah Tanah Karo, mengalami serangan ringan di areal pertanaman jagung seluas 1439,1 ha, serta seluas 652 ha kategori ringan di Kabupaten Pakpak Bharat.
"Penyebaran frugiperda memang relatif cepat karena iklim kita sesuai dengannya. Kemudian daya jelajahnya juga tergolong jauh, sekira 1.700 kilometer serta kemampuannya bereproduksi juga tinggi yakni mencapai 1.000 butir lebih," urai Marino.
Pihaknya mengklaim telah melakukan sejumlah upaya untuk meminimalisir serangan frugiperda, baik secara administratif berisi imbauan dan seruan, maupun gerakan pengendalian dan bantuan pestisida. Dari sisi administrasi, ada surat Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provsu nomor: 521.4/573-28/UPT. Lindung/IV/2019 tanggal 22 April 2019 perihal peningkatan kewaspadaan serangan hama diduga Spodoptera frugiperda pada tanaman jagung yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota se Sumatera Utara. Disusul surat Kepala UPT PTPH nomor: 521.4/1727/UPT.Lindung/V/2019 tanggal 6 Mei 2019 perihal peningkatan kewaspadaan serangan hama Spodoptera frugiperda pada tanaman jagung yang ditujukan kepada seluruh petugas POPT-PHP Se-Sumatera Utara.
"Sehari kemudian, yakni tanggal 7 Mei 2019, Sekda provinsi Sumatera Utara juga mengeluarkan surat nomor 520/4822/2019 perihal peningkatan kewaspadaan serangan hama frugiperda yang ditujukan kepada Bupati dan wali kota di Sumatera Utara," ujar Marino.
Beberapa petani sedang memanen jagung yang terhindar dari serangan Frugiperda, beberapa waktu lalu. Foto Ist |
"Aplikasinya pada sore hingga malam. Nozel langsung diarahkan ke titik tumbuh dan hasilnya, sebesar 80 persen ulat grayak mati," sebut Marino.
Pihaknya juga memberikan bantuan pestisida sebanyak 1.500 liter untuk pengendalian kepada kelompok tani yang lahannya terkena serangan frugiperda.
"Bantuan pestisida itu berasal dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian," tukasnya.
Marino menambahkan, menerbitkan leaflet tentang frugiperda serta rekomendasi pengendaliannya sebagai bahan informasi baik untuk petugas POPT-PHP, PPL, kelompok tani maupun pihak-pihak yang membutuhkan juga dilakukan agar serangan hama bisa diminimalisir.
Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Langkat, Nasiruddin, saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya.
"Di Langkat, pertanaman jagung petani yang terkena serangan frugiperda mencapai 112,1 hektar. Meski masih dalam kategori ringan, namun kami telah melakukan gerakan pengendalian," sebutnya.
Secara terpisah, Anggota Dewan Jagung Nasional, Adhie Widiharto mengakui, frugiperda tergolong rakus bila dibanding hama lokal seperti ulat grayak Spodoptera Litura.
"Kalau hama lokal, makannya saat malam saja dan siang tidur. Berbeda dengan frugiperda yang makan sepanjang hari sampai tanaman jagung mati," tulisnya melalui aplikasi WhatsApp.
Guna menghindari serangan frugiperda, Adhie mengingatkan para petani jagung untuk merawat tanamannya hingga usia lebih dari 30 hari. Bila tidak, dalam kurun dua minggu, tanaman jagung akan habis dimakan frugiperda.
"Tingkat kerakusan frugiperda mencapai 10 kali lipat dari hama lokal," tandasnya. Fey