|

Tenis Meja Terancam Gagal ke Sea Games

Foto Ist
Jakarta- Meski Mahkamah Agung (MA) telah mengukuhkan Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI), namun pihak KOmite Olimpiade Internasional (KOI) masa bakti 2015-2019 yang dipimpin Erick Thohir tak juga mengakuinya. Alhasil, harapan delapan petenis meja Indonesia, terdiri atas empat atlet putra dan empat atlet putri bertarung di ajang Sea Games ke-30 tahun 2019 di Filipina, terancam kandas. 

"Pengingkaran terhadap keputusan MA yang diabaikan pihak KOI dengan mencoret tenis meja dari ajang Sea Games ke-30 di Filipina tahun 2019, sudah mengakibatkan kerugian yang dikeluarkan melalui swadaya PP PTMSI, mencapai Rp 15 Miliar. Estimasi kerugian itu karena tim nasional sudah bertanding melawan atlet-atlet dari delapan negara di tingkat Asia, dan juga babak kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 serta menghadapi kejuaraan internasional bulan November 2019 di Batam," papar Ketua Umum PP PTMSI, Komjen Pol (Purn) Oegroseno, melalui siaran persnya, Selasa (22/10/2019).

Mantan Wakapolri ini mengungkapkan, upaya menggagalkan timnas Indonesia untuk tampil dalam kejuaraan tenis meja Sea Games di Filipina dalam waktu dekat ini, tidak terlepas dari konspirasi jahat yang diduga dilakukan oknum di Komite KOI. Menurutnya, organisasi ini seharusnya sudah dapat menyelesaikan dualisme kepengurusan setelah keluarnya putusan PTUN di pertengahan tahun 2014 dan keputusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Nomor: 274K/TUN/2015. Keputusan MA mengukuhkan kepengurusan PP PTMSI pimpinan Komjen Pol (Purn) Oegroseno.

"Oleh karena itu, pembatalan keberangkatan timnas tenis meja ke Filipina oleh KOI yang sekarang berubah nama menjadi International Olympic Committee (IOC) itu, selain merusak nama baik Bangsa Indonesia, juga tidak mencerminkan Sila Kedua Pancasila yakni, Kemanusiaan yang adil dan beradap dan Sila Kelima yaitu, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mereka meninggalkan rekam jejak tindak pidana dengan membuat keterangan palsu. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polri," tegasnya.

Padahal, kata Oegroseno, dalam ajang Sea Games di Filipina, PP PTMSI yang menyiapkan empat atlet putra dan empat atlet putri sejak Maret 2019, menargetkan satu medali emas, dua perak dan empat perunggu. Namun, target dan harapan yang ingin dicapai timnas itu justru dihancurkan oleh kesewenang-wenangan pribadi tanpa mempertimbangkan landasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 dan PP Nomor 16 Tahun 2007.

"Saya sangat menyesalkan sikap Erick Thohir yang dulunya dikenal baik dan murah tersenyum justru karakternya berbeda setelah ditunjuk menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional saat kampanye calon presiden Capres 2019. Orang bersangkutan tidak berkenan merespon ketika dihubungi maupun menjawab pesan melalui WhatsApp, apalagi setelah digadang-gadang mengisi posisi sebagai menteri," sebutnya.

Seperti yang diketahui, berdasarkan penetapan Ketua PTUN Jakarta Nomor: 75/2014/PTUN-JKT jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, sesuai Nomor: 302/ B/2014/PT.TUN.JKT jo Putudan Mahmakah Agung Nomor: 274 K/TUN/ 2015, dalam perkara antara Komjen Pol (Purn) Oegroseno sebagai penggugat melawan Ketua KONI, Tono Suratman sebagai tergugat.

Dalam putusan itu, PTUN mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, dan membatalkan surat keputusan Tata Usaha Negara sesuai keputusan Ketua KONI Pusat No. 29 A Tahun 2014 tanggal 28 Februari 2014, tentang pengukuhan susunan pengurus besar tenis meja Indonesia masa bakti 2014 - 2018. PTUN Jakarta memerintahkan tergugat untuk mencabut keputusan tata usaha negara, termasuk susunan kepengurusan Marzuki Ali.

Ketua KONI Pusat juga diperintahkan menerbitkan surat keputusan pengesahan dan pengukuhan terhadap kepengurusan besar PTMSI hasil musyawarah nasional luar biasa, 31 Oktober 2013. Selain itu, PTUN Jakarta juga menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 371.000. Yohana Zira

Komentar

Berita Terkini