Di Sumut, 4.075 Ekor Babi Mati Terserang Kolera
"Dari jumlah populasi babi di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.270.004 ekor babi, sebanyak 4.075 ekor babi mati terserang kolera. Jumlah ini bakal semakin meningkat bila tidak segera dilakukan upaya pencegahan," paparnya dihadapan perwakilan dari 11 kabupaten/kota.
Menurutnya, sejumlah upaya telah dilakukan untuk mencegah penularan dengan bekerja sama dengan instansi terkait, diantaranya Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian (Kementan), Balai Veteriner Medan, Balai Besar Karantina Belawan dan jajarannya serta institusi Dinas Peternakan kabupaten/kota. Menurunkan tim untuk melakukan investigasi ke lokasi dimaksud, sekaligus memberikan bantuan vaksin dan disinfektan untuk babi yang sehat menjadi pilihan utama dalam penanggulangan hog cholera.
Selain itu, kata Azhar, penerapan biosecurity berupa pembersihan kandang serta perbaikan sanitasi dan lingkungan terus disosialisasikan kepada para peternak.
"Pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara hanya membantu memfasilitasi, sementara kabupaten/kota sebagai pelaksanannya, sehingga diharapkan melalui pertemuan ini bisa memberikan masukan untuk penanganan selanjutnya," tutur Azhar.
Ia mengemukakan, sebanyak 11 kabupaten/kota dimaksud yakni Dairi (1.513 ekor), Deliserdang (1.328 ekor), Serdangbedagai (500 ekor), Toba Samosir (400 ekor), Humbang Hasundutan (301 ekor), Tanah Karo (192 ekor), Tapanuli Tengah (150 ekor), Tapanuli Utara (96 ekor), Samosir (78 ekor), Tapanuli Selatan (58 ekor) dan Medan (2 ekor).
"Hingga saat ini, kita sudah melakukan vaksinasi terhadap 10 ribu ekor babi yang sehat di 11 kabupaten/kota agar virus hog cholera tidak menyebar," tegasnya lantas menambahkan, pemberian vaksin terhadap hewan yang sakit tidak dibenarkan karena justru akan mempercepat kematiannya.
Pada kesempatan itu, Azhar menegaskan, daging babi yang dimasak secara matang, aman untuk dikonsumsi. "Hog cholera ini hanya satu kasus dan tidak berbahaya dimakan bila dimasak secara matang," ujarnya.
Azhar juga membantah rumor yang menyatakan kematian babi di 11 kabupaten/kota berasal dari virus demam babi Afrika (African Swine Fever, ASF).
"Hasil dari Laboratorium Balai Veteriner Medan menyatakan, kematian babi itu akibat hog cholera, bukan demam babi," sebutnya.
Diakuinya, pihak Dinas Peternakan Kabupaten Dairi pertama kali meminta Balai Veteriner Medan untuk melakukan investigasi terhadap babi yang dicurigai mati akibat hog cholera, sekira 20 September 2019. Tanpa menunggu waktu lama, tim Balai Veteriner Medan segera turun ke lokasi dimaksud sehari kemudian untuk mengambil sampel yang akan diuji di laboratorium.
"Jadi, hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan, babi yang mati di 11 kabupaten/kota akibat hog cholera," tukasnya.
Sementara, pihak Asosiasi Peternak Babi, diwakili Hendri Sembiring, menyayangkan rumor miring yang terlanjur berkembang di kalangan masyarakat seputar kematian ribuan babi di wilayah Sumut. Ironisnya, pihak instansi terkait terkesan tidak tanggap. Kondisi itu mengakibatkan munculnya ketakutan di kalangan masyarakat non muslim untuk mengonsumsi babi, sehingga berdampak terhadap perdagangan daging babi.
"Seharusnya pemerintah pro aktif memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang hog cholera, sehingga masyarakat tidak takut untuk mengonsumsi babi lagi," tandasnya. Fey