|

Berharap Cabai Merah dari Desa Lubuk Cuik

Teks Foto: Hamparan pertanaman cabai merah di Desa Lubuk Cuik Kecamatan Limapuluh Pesisir, Kabupaten Batubara seluas 484 ha. Foto Fey
Medan- Lubuk Cuik, demikian nama desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Limapuluh Pesisir, Kabupaten Batubara. Satu dari 141 desa di kabupaten yang baru dimekarkan pada medio 2006 silam ini tergolong fenomenal karena memiliki hamparan pertanaman cabai merah seluas 484 hektar (ha).

Selasa (2/7/2019), perjalanan menuju Desa Lubuk Cuik sejauh sekira 175 kilometer dari Kota Medan dimulai sekira pukul 09.00 WIB. Didampingi Plh Kabid Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provinsi Sumatera Utara (Provsu), Ir Bahruddin Siregar MM, kendaraan menuju arah selatan Kota Medan. Sempat terjebak kemacetan selama 15 menit menuju tol Amplas, akhirnya, Innova yang dikemudikan Endin melaju di jalan bebas hambatan dengan kecepatan rata-rata 120 km per jam. Praktis, sekira 30 menit, gerbang tol Tebingtinggi telah berada di depan mata.

Beruntung, perjalanan menuju kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan Limapuluh itu berlangsung lancar. Praktis, dibutuhkan waktu sekira 1,5 jam mencapai simpang masuk menuju jalan perkebunan kelapa sawit yang mengarah ke Desa Lubuk Cuik. "Itu merupakan dampak positif dari pengoperasian tol Medan-Tebingtinggi, sehingga waktu tempuh semakin singkat," ungkap Endin, sang driver yang masih berstatus tenaga honorer di Dinas TPH Provsu itu.

Namun, kendaraan kembali harus dipacu pelan saat melintasi jalan perkebunan menuju Desa Lubuk Cuik. Maklum, jalan tanah berdebu dan tidak rata khas jalan perkebunan, tidak memungkinkan Endin untuk memacu kendaraannya.

Menurut Plt Kadis Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batubara, Hair, yang menjadi pemandu, jarak tempuh dari jalan lintas sumatera menuju Desa Lubuk Cuik berkisar 30-45 menit. Bukan karena jauh, melainkan akibat jalan yang tidak semulus jalan beraspal. "Seperti jalan kebun sawit pada umumnya, tanah dan kalau hujan berlumpur, sehingga sulit dilintasi kendaraan non jeep," tutur Hair saat ditanya soal kondisi jalan menuju Desa Lubuk Cuik.

Akhirnya, sekira pukul 11.30 WIB, tugu selamat datang di Desa Lubuk Cuik, seakan menyambut kehadiran tim dari Dinas TPH Provsu. Deretan rumah warga di kanan-kiri jalan bagaikan "pagar ayu" sejauh hampir 1 km, sebelum bola mata terbelalak menyaksikan hamparan pertanaman cabai merah yang teramat luas.

"Ini lah hamparan pertanaman cabai merah di Desa Lubuk Cuik. Bila ditotal, luasnya mencapai 484 hektar yang berada di tiga desa, masing-masing Desa Lubuk Cuik, Desa Gambus Laut dan Perupuk, semuanya masih berada di wilayah Kecamatan Limapuluh Pesisir," papar Hair lagi.

Teks Foto: Plt Kadis Pertanian dan Peternakan Batubara, Hair (tengah), saat mendampingi Plh Kabid Hortikultura Dinas TPH Provsu, Ir Bahruddin Siregar MM, mengunjungi pertanaman cabai merah di Desa Lubuk Cuik, Selasa (2/7/2019). Foto Fey
Ia mengklaim, animo petani menanam cabai merah sangat tinggi, sehingga mendongkrak luas pertanaman cabai merah di Batubara. Pihaknya mencatat, pertanaman cabai merah di Batubara mencapai 1.000 hektar per tahun, dengan rata-rata produktivitas sembilan ton per ha.

"Harga jual yang mahal menjadi pendorong para petani setempat bertanam cabai merah, sejak beberapa tahun silam," ujar Hair lantas menambahkan, pertanaman cabai di Batubara hampir menyebar di seluruh kecamatan, namun pusatnya berada di Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Air Putih dan Air Suka.

Menariknya, tidak sedikit petani menyulap areal persawahan beririgasi itu menjadi lahan untuk menanam cabai merah. Simak keterangan seorang petani cabai merah, Sadarin (38).

"Kalau buat petak-petak sawah sulit dan butuh biaya banyak. harga jual gabah juga tidak menentu," tukas warga Desa Bulan-bulan yang memanfaatkan lahan sawah di Desa Lubuk Cuik, di sela-sela kesibukannya memanen cabai merah.

Ia mengaku menanam cabai merah di areal seluas dua rante atau sekira 800 meter persegi. Berbekal modal sekira Rp4.000.000 per rante untuk pembelian benih, olah tanah, mulsa, pupuk, pestisida dan obat-obatan lainnya, Sadarin mampu meraup hasil memadai setiap panen yang berlangsung dua kali dalam sebulan. Apalagi, saat harga jual cabai merah bertahan mahal di pasar tradisional seperti sekarang.

"Dua hari lalu, saya masih bisa menjual cabai merah kepada along (pedagang pengumpul, red) seharga Rp60 ribu per kilogram. Hari ini sudah turun menjadi Rp50 ribu per kilogram," paparnya.

Teks Foto: Seorang petani sedang memanen cabai untuk dijual kepada pedagang pengumpul, Selasa (2/7/2019). Foto Fey
Namun, Sadarin dan petani lainnya juga tidak terlalu khawatir dengan penurunan harga tersebut. Pasalnya, dengan harga jual cabai merah Rp20 ribu per kg, para petani masih bernafas lega. Hal ini mengingat, biaya produksi untuk sebatang tanaman cabai merah hingga panen hanya berkisar Rp5.000. Apalagi, kalangan petani di kawasan itu juga melakukan rotasi tanaman dengan menanam semangka, sayuran dan tanaman hortikultura lainnya.

"Itu dilakukan untuk menghindari serangan hama dan penyakit cabai merah, sehingga dilakukan rotasi tanaman yang lain," urai Sadarin.

Kepala Dinas TPH Provsu, Ir Dahler Lubis MMA, menyambut positif kenaikan harga jual di tingkat petani. Bahkan, sebagai upaya mengantisipasi anjloknya harga cabai merah yang akan merugikan petani, pihaknya berencana menyediakan cold storage (ruang pendingin) untuk penyimpanan produk hortikultura yang pengadaannya diusulkan untuk tahun anggaran 2020. Nantinya, melalui cold storage, para petani bisa menyimpan hasil panennya hingga beberapa minggu, sambil menunggu harga jual kembali bernilai ekonomis.

"Ada lima unit cold storage berkapasitas 16 ton yang kita usulkan di APBD 2020," tuturnya melalui telepon selulernya.

Bila disetujui, kata Dahler, cold storage tersebut akan diberikan ke UPTD Arse di Sipirok, Tapanuli Selatan, UPTD Gabe, Tapanuli Utara, UPTD Aneka Tanaman di Batubara, UPTD BIH Gedung Johor Medan) dan UPTD Kuta Gadung, Tanah Karo.

"Diharapkan, cold storage itu bisa membantu para petani hortikultura mendapatkan harga jual yang memadai," sebut Dahler.

Pihaknya mengklaim akan melakukan pengembangan kawasan cabai merah seluas 60 ha dan bawang merah seluas 115 ha. Untuk cabai merah, pengembangan dilakukan di Kabupaten Langkat, Batubara, Tapanuli Selatan (Tapsel), Padangsidimpuan, Madina dan Deliserdang. Sedangkan pengembangan kawasan bawang merah, berada di delapan kabupaten, yakni Deliserdang, Padangsidimpuan, Samosir, Tapsel, Madina, Dairi, Paluta dan Batubara.***

Komentar

Berita Terkini