|

Norwegia tidak Tolak Minyak Sawit Indonesia

Teks Foto: Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia, Prof Todung Mulya Lubis dalam seminar kelapa sawit di Wisma Duta, Oslo, Norwegia, Jumat (28/6/2019). Foto Ist
Oslo- Pemerintah Norwegia tidak pernah menolak masuknya minyak kelapa sawit dari Indonesia. Hanya saja, pemerintah Norwegia perlu memastikan produk minyak sawit yang masuk dihasilkan melalui proses berkelanjutan.

“Tidak ada pernyataan atau aturan di Kerajaan Norwegia yang melarang masuknya minyak sawit dari Indonesia,” ungkap Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia, Prof Dr Todung Mulya Lubis, dalam seminar membahas kelapa sawit di Wisma Duta, Oslo, Norwegia, Jumat (28/6/2019).

Ia menegaskan hal ini terkait resolusi parlemen Uni Eropa yang menetapkan kebijakan RED II (renewable energy directive). Dalam delegated act tersebut, kata Todung, memasukkan perhitungan ILUC (indirect land use change). Menurutnya, ini merupakan bentuk baru diskriminasi sawit oleh Uni Eropa.

Pada kesempatan itu, Todung menegaskan peran strategis industri sawit nasional. Dikemukakannya, industri sawit memainkan peran penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, sekaligus menjadi sandaran kehidupan bagi 20 juta masyarakat Indonesia. Saat ini, lanjutnya, terdapat 4,2 juta pekerja langsung di sektor kelapa sawit dan 2,4 juta petani sawit di Indonesia.

“Kita ingin menegaskan, industri sawit Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapai keberlanjutan,” tegasnya.

Penasihat Politik Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim Norwegia, Marit Vea, membenarkan hal tersebut. "Norwegia tidak melarang masuknya produk minyak sawit dari Indonesia. Tetapi apakah sudah dihasilkan melalui appropriate approach. Kami akui minyak sawit sangat penting bagi perekonomian Indonesia,” ujarnya.

Atas dasar itu, Marit Vea menyarankan kedua negara untuk mencari jalan keluar bersama agar industri sawit juga berperan dalam mereduksi emisi karbon dan mengurangi laju deforestasi.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Togar Sitanggang, berharap, industri sawit akan membawa Indonesia mencapai kemandirian energi. “Siapa yang menguasai energi, mereka akan menguasai dunia. Itu yang membuat negara maju termasuk Uni Eropa khawatir dan akhirnya menghambat perkembangan minyak sawit,” sebutnya.

Togar menyatakan, komitmen untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit agar sejalan dengan tuntutan tujuan pembangunan berkelanjutan global dilakukan  melalui berbagai cara. Salah satunya melalui penguatan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Sebagai standar tata kelola sawit berkelanjutan di Indonesia, ISPO memiliki kesamaan tujuan dengan standar tata kelola global lain yaitu  menekan deforestasi, mengurangi emisi gas rumah kaca dari perubahan fungsi lahan serta kepatuhan terhadap persyaratan hukum lain seperti perburuhan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Penguatan ISPO mengadopsi nilai-nilai yang tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan  atau Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan agenda pembangunan dunia yang disepakati di PBB untuk dicapai dunia hingga 2030,” tuturnya.

Selain ISPO, kata Togar, Pemerintah Indonesia juga telah melaksanakan kebijakan moratorium hutan dan lahan gambut. Dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun luar negeri, pemerintah bersama pemangku kepentingan berupaya  mengampanyekan kelapa sawit sebagai produk strategis yang  ramah lingkungan dan aman untuk kesehatan.

“Produk minyak sawit untuk campuran biodiesel dan industri makanan serta produk turunan lainnya dinilai paling kompetitif dari segi harga dan pasokan dibanding minyak nabati lain," tandasnya.***


Komentar

Berita Terkini