|

Ini Solusi Atasi Banjir di Sergai dari Sang Mantan

Ir H Soekirman (berkacamata) memberikan solusi mengatasi banjir yang melanda sejumlah kecamatan di akhir tahun 2022, di sela-sela kegiatan Hari Ulang Tahun ke-19 Kabupaten Sergai, beberapa waktu lalu. Foto Ist 
Sei Rampah | Ir H Soekirman memang bukan sembarang mantan. Bupati Serdangbedagai (Sergai) periode 2013-2016 dan 2016-2021 ini tak sungkan berbagi solusi agar rakyatnya terhindar dari bencana banjir seperti yang terjadi di akhir tahun 2022 lalu.

“Tolong keruk muara Sungai Bedagai di tepi pantai Selat Malaka agar tidak terjadi lagi bencana banjir seperti akhir tahun lalu,” ungkap Soekirman yang sengaja menyambangi Bupati H Darma Wijaya SE dan Wakil Bupati Adlin Tambunan, di sela-sela kegiatan Hari Ulang Tahun ke-19 Kabupaten Sergai di kantor Bupati kawasan Sei Rampah, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, bencana banjir akibat tingginya curah hujan di bagian hulu disertai pasang laut perdani (Rob) di hilir tersebut, menyebabkan air sungai, khususnya kawasan Daerah Aliran Sungai Sei Rampah, meluap. Dampaknya, sejumlah wilayah kecamatan, seperti Dolok Masihul, Sei Rampah, Sei Bamban, Teluk Mengkudu dan Tanjung Beringin terendam air. Ironisnya, selain pemukiman dan perkantoran, banjir juga meluluh-lantakkan tanaman petani.

Kondisi itu yang membuat nuraninya terketuk untuk turut berkontribusi melalui sumbangsih pemikiran, dengan harapan, tragedi serupa tidak terulang lagi di masa mendatang.

“Mengeruk muara Sungai Bedagai menjadi satu-satunya solusi untuk mengatasi banjir di kabupaten ini,” tegasnya.

Soekirman mengaku memiliki alasan kuat mengenai hal itu. Di tahun 1980, lanjutnya para nelayan telah mengeluhkan dangkalnya muara Sungai Bedagai saat air pasang surut, sehingga perahu nelayan kerap kandas. Sedimen endapan pasir yang terbawa arus air dari pantai menjadi pemicunya. Padahal, saat itu muara Sungai Bedagai kerap dilintasi perahu berukuran besar seperti pukat Tuamang, pukat Langgar, bahkan pukat Katrol yang hendak berlabuh di Tempat Pelelangan Ikan Tanjung Beringin.

“Itu salah satu dasar dari terbitnya Keppres 39 tahun 1980 tentang Motorisasi Nelayan,” sebut Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) Sumut ini.

Kondisi itu, lanjutnya, mengakibatkan kapal berukuran besar memilih pindah ke Kota Sibolga atau pun Tanjungbalai. Sementara Sungai Bedagai, hanya sebagai tempat berlabuh perahu berukuran kecil yang mampu melintasi muara tersebut saat air laut pasang surut.

“Tentunya, setelah 43 tahun berlalu, kondisi alam telah mengalami banyak perubahan akibat iklim ekstrim, dan rusaknya ekosistem daerah hulu,” tuturnya.

Banjir yang melanda sejumlah wilayah kecamatan di Kabupaten Sergai, akhir tahun 2022 lalu. Foto Ist
Ia memperkirakan, kegiatan normalisasi tanpa mengukur elevasi dasar Sungai Bedagai, justru mengakibatkan air sungai yang mengalir dari hulu terhambat oleh adanya air pasang dari laut Selat Melaka. Saat laut mengalami pasang surut, kata Soekirman, air Sungai Bedagai tidak bisa otomatis lancar mengalir ke laut karena tertahan di DAS Rampah, bahkan, justru ‘mengepung’ sejumlah desa di Kecamatan Tanjung Beringin. 

“Itu dikarenakan dasar muara sungai telah menjadi ‘beting’ dan menjadi seperti bendungan alam,” tukas Dewan Penyantun Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Sumut ini.

Disarankan, pihak Pemkab Sergai melalui institusi terkait, mengeruk muara Sungai Bedagai sedalam 2 meter dengan panjang sejauh 1 hingga 2 kilometer dari bibir pantai. Tidak hanya itu, bagian kanan dan kiri jalur pengerukan harus diturap dengan bronjong, agar debit air sungai Bedagai atau sungai Rampah akan lancar mengalir ke laut, sehingga sejumlah kecamatan di kabupaten Sergai terhindar dari banjir.

Pada kesempatan itu, Soekirman juga menyinggung peran pihak Badan Wilayah Sungai (BWS) dalam upaya melakukan normalisasi, melalui pengerukan sedimen di Muara Sungai Bedagai. 

"Pengerukan sedimen di Muara Sungai Bedagai membutuhkan dana yang besar, sehingga harus dimohonkan ke pemerintah pusat," akunya.

Saat masih memimpin Kabupaten Sergai, tepatnya sekira tahun 2018, pihaknya sempat 'menyuarakan' hal tersebut ke pemerintah pusat dalam upaya pengembangan ekowisata Pulau Berhala. Meski sempat tim dari Badan Nasional Penanggulangan Perbatasan meninjau muara tersebut, namun hingga kini belum ada tindak-lanjutnya.

"Pemkab Serdangbedagai bisa menindaklanjuti permohonan itu dengan melakukan lobi ke pihak BWS, Pemprov Sumatera Utara dan kementerian terkait," ucapnya.

Usulan tersebut disambut positif Bupati Darma Wijaya yang karib disapa Wiwik. Pihaknya mengklaim, selama ini telah berupaya melakukan normalisasi secara maksimal. Keseriusan tersebut terlihat dari alat berat berupa ekskavator yang secara intensif melakukan pengerukan Sungai Bedagai.

“Masukan ini sangat berharga dan akan menjadi pedoman bagi kita (Pemkab Serdangbedagai, red) untuk melakukan normalisasi dalam upaya mengatasi banjir," ujarnya.

Wiwik mengemukakan, selama ini pihaknya mengeruk jalur tengah Sungai Bedagai, tanpa 'menyentuh' aliran di wilayah muara. Ternyata, air sungai justru bertahan karena elevasi dasar sungai di jalur tengah lebih rendah dibanding elevasi dasar di muara sungai. 

"Kami akan segera menindaklanjuti masukan yang berharga ini demi perbaikan Kabupaten Serdangbedagai di masa mendatang," tegas Wiwik. Fey


Komentar

Berita Terkini