|

Sumut Peringkat Ketujuh Lumbung Beras Nasional

Gubsu Edy Rahmayadi dan istri, Hj Nawal Lubis, saat berada di tengah areal pertanaman padi yang telah menguning di kawasan Kabupaten Deliserdang, setahun silam. Foto Fey 

Medan- Sumatera Utara (Sumut) berada di peringkat ketujuh dari 10 provinsi yang dinilai pihak Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi lumbung beras nasional pada tahun 2021. Diperkirakan, kebutuhan konsumsi beras masyarakat di tahun ini mencapai 30,03 juta ton.

Metode Kerangka Sampel Area (KSA) yang digunakan pihak BPS dalam menghitung luas panen padi menyatakan, Sumut memiliki 385,40 ribu hektar (Ha) luas panen dengan produksi sebanyak 2.074.856 ton Gabah Kering Giling (GKG), setara 1.184.040 ton beras. Berikutnya, Provinsi Aceh dengan 1.676.936 ton GKG (961.077 ton beras), Nusa Tenggara Barat sebanyak 1.432.460 ton GKG (811.655 ton beras), dan Sumatera Barat sebanyak 1.361.769 ton GKG (784.433 ton beras).

Sementara, Jawa Timur mencatatkan diri sebagai provinsi dengan produksi padi terbanyak, yakni 9.908.932 ton GKG, setara 5.692.143 ton beras. Posisi kedua ditempati Jawa Tengah dengan 9.765.167 ton GKG (5.586.621 ton beras) dan ketiga oleh Jawa Barat sebanyak 9.354.369 ton GKG (5.374.153 ton beras).    

Di peringkat keempat, Sulawesi Selatan berjaya dengan produksi padi sebanyak 5.152.871 ton GKG, setara 2.941.673 ton beras. Sumatera Selatan menempati urutan kelima dengan produksi padi sebanyak 2.540.944 ton GKG (1.451.634 ton beras) dan selanjutnya Lampung yang membukukan hasil panen sebanyak 2.472.587 ton GKG (1.414.052 ton beras).

Saat dihubungi via telepon selulernya, Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut, Bahruddin Siregar, mengaku optimistis mampu memperbaiki peringkat sebagai lumbung beras nasional. Salah satu hal mendesak yang dilakukan, meminta pihak BPS memperbaiki sebaran segmen dan subsegmen dengan melakukan pemindahan titik sampel area.

"Kita sudah mengirimkan surat ke pihak BPS di Jakarta, dalam hal ini Deputi Bidang Statistik Produksi untuk realokasi segmen bukan lahan sawah, sekaligus penambahan sampel KSA padi di Provinsi Sumatera Utara," ungkapnya, Senin (07/03/2022).

Surat bersifat penting bernomor:521.1/22.18/PAIP tertanggal 02 Februari 2021 tersebut, menjelaskan perlunya penguatan data dengan kondisi sampel yang terwakili pada setiap subsegmen. Hal ini disebabkan, ditemukan sejumlah subsegmen yang bukan lahan sawah di sentra pertanaman padi, justru menjadi sampel KSA, sehingga berdampak pada luas panennya. 

Melalui surat itu, pihaknya meminta realokasi segmen yang bukan lahan sawah ke segmen lahan sawah serta penambahan segmen KSA padi mandiri sebanyak 250 sampel di sentra pertanaman padi Sumut. Tujuannya agar bisa meningkatkan respon ubinan dan penguatan data statistik komoditas padi Sumut.     

"Kita juga meminta penambahan segmen KSA padi mandiri di sejumlah sentra pertanaman padi seperti di Kabupaten Langkat, Deliserdang, Serdangbedagai, Batu Bara, Asahan, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan Tapanuli Tengah," paparnya.

Bila hal itu dilakukan pihak BPS, pihaknya meyakini, data produksi padi Sumut akan bertambah karena segmen KSA tepat berada di lahan sawah. Apalagi, di sejumlah kabupaten dan kota, ada lahan sawah atau tempat tanaman padi di kabupaten dan kota Sumatera Utara yang tidak berbentuk hamparan. Begitu juga jenis sawah dengan lahan yang kering. 

"Tempat-tempat ini diduga tak terdeteksi melalui metode KSA, sehingga berdampak terhadap perhitungan luas panen padi," sebutnya. 

Sekadar informasi, produksi merupakan hasil perkalian antara luas panen dan produktivitas. Sejak 2018, pihak BPS meninggalkan metode penghitungan Statistik Pertanian (SP) Padi dan menggunakan data luas panen padi yang diperoleh dari hasil Survei KSA. Metode ini memanfaatkan teknologi citra satelit dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). 

Namun, pihak Dinas TPH Sumut tetap menggunakan metode penghitungan SP Padi untuk menghitung luas panen. Caranya, data luas panen padi dikumpulkan melalui pelaporan data Statistik Pertanian (SP) oleh Kepala Cabang Dinas (KCD) dengan menggunakan sejumlah pendekatan, seperti sistem blok pengairan, penggunaan benih, dan eye-estimate (perkiraan berdasarkan pengamatan di lapangan, red). Fey

Komentar

Berita Terkini