|

Spodoptera Frugiperda Menebar Teror di Nusantara

Para peserta Workshop Penanganan Ulat Grayak Spodoptera frugiperda di Hotel horison lampung, Rabu (31/7/2019). Foto Ist
Lampung- Bernama latin Spodoptera frugiperda (Fall Armyworm), ulat grayak menebar teror di hampir seluruh petani jagung tanah air. Di Sumatera utara (Sumut) misalnya, areal pertanaman jagung yang telah terserang mencapai 2.108,3 hektar (ha).

"Tahun 2019, pertanaman jagung di sembilan kabupaten wilayah Provinsi Sumatera Utara terserang hama ulat grayak," ungkap Kepala UPT Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Dinas Tanaman Pangan (TPH) Provsu, Marino SP MM dalam Workshop Penanganan Ulat Grayak Spodoptera frugiperda yang diselenggarakan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization (FAO), di Hotel Horison Lampung, Rabu (31/7/2019). 

Dijelaskannya, kabupaten dimaksud masing-masing, Tapanuli Utara (154,1 ha), Toba Samosir (96,2 ha), Tanah Karo (1.705 ha), Deliserdang (70,8 ha), Langkat (71 ha), Samosir (0,5 ha), Serdagang Bedagai (1,8 ha), Medan (5,3 ha) dan Binjai (3,6 ha). Marino menyatakan, puncak serangan terluas terjadi pada April 2019 hingga mencapai 1.545 ha.

"Bulan April itu merupakan puncak pertanaman pada umur dibawah 35 hari setelah tanam," sebutnya saat menjadi nara sumber dalam kegiatan workshop bertajuk "Strategi dan Program Nasional Pengendalian Fall Armyworm di Indonesia.

Kepala UPT PTPH Dinas TPH Provsu, Marino SP MM (baju batik) mendengarkan penjelasan dari perwakilan FAO seputar hama Spodoptera frugiperda di Hotel Horison Lampung, Rabu 931/7/2019). Foto Ist 
Ia mengklaim, sejumlah upaya telah dilakukan, diantaranya melaksanakan gerakan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Spodoptera frugiperda, baik difasilitasi pihak UPT PTPH maupun gerakan pengendalian swadaya petani/kelompok tani. Kemudian, kata Marino, memberikan bantuan pestisida untuk pengendalian kepada kelompok tani yang lahannya terkena serangan OPT Spodoptera frugiperda.

"Pestisida itu berasal dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian sebanyak 1.500 liter," tutur Marino.

Tidak hanya itu, pihaknya juga menerbitkan leaflet tentang Spodoptera frugiperda serta rekomendasi pengendaliannya sebagai bahan informasi baik untuk petugas POPT-PHP, PPL, kelompok tani maupun pihak-pihak yang membutuhkan. Dikemukakannya, aplikasi langsung dengan menggunakan pestisida kontak berbahan aktif seperti Klorantraniluprol dan Lambda Sihalotrin 30 G/L.

"Kita melakukan aplikasi pada sore hingga malam. Nozel langsung diarahkan ke titik tumbuh dan hasilnya sebesar 80% ulat grayak itu mati," tuturnya dihadapan perwakilan dari Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi Lampung  Pakar dari UGM, IPB, UNILA, UI dan stakeholder pertanian terkait.

Menanggapi teror ulat grayak tersebut, pembicara dari FAO, Prof Stiven (AS), Sridhar Dharmapuri (India) dan JE Smith (Thailand) mengimbau para petani jagung dan para pihak terkait tidak panik, namun tetap mewaspadai serangan ulat grayak tersebut. Ia mengakui, Fall Armyworm telah menyerang tanaman jagung di hampir seluruh provinsi di Pulau sumatera, sebagian Pulau Jawa Kalimantan dan Sulawesi.

"Ini merupakan hama baru yang memiliki daya sebar sangat cepat dengan daya rusak yang kuat," tegas Prof Stiven dalam kegiatan yang berlangsung hingga 2 Agustu 2019.

Pihaknya mengimbau sejumlah upaya penanganan yang cepat dan tepat dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi dan stakeholder terkait.

"Pihak FAO akan segera turun ke lapangan untuk melihat perkembangan ulat grayak jenis baru itu," tukasnya.


Secara terpisah, Anggota Dewan Jagung Nasional, Adhie Widiharto, menyatakan, Spodoptera frugiperda bukan hama asli Indonesia. "Sejumlah referensi pustaka menyebutkan, hama tanaman jagung ini merupakan penghuni benua Amerika bagian Tengah yang beriklim tropis," tuturnya melalui sambungan telepon seluler.

Adhie mengemukakan, serangan Spodoptera frugiperda muncul sejak musim tanam jagung periode April-Mei 2019. Ia tidak menampik cepatnya penyebaran hama ini karena tingkat kerakusannya mencapai 10 kali lipat dibanding hama lokal seperti Spodoptera litura.

"Kalau hama lokal makannya saat malam saja, dan siang tidur, tidak untuk Spodoptera frugiperda. Hama ini justru makan sepanjang siang dan malam tanpa berhenti, sampai tanaman jagungnya habis," sebutnya.

Pada kesempatan itu, Adhie mengingatkan para petani jagung untuk merawat tanaman jagungnya hingga usia tanam lebih dari 30 hari.

"Kalau dulu, petani bisa sedikit santai bila sudah menanam jagung. Tapi sekarang, bila tidak diperhatikan sampai 30 hari setelah menanam, maka dalam kurun waktu dua minggu, tanaman jagung akan habis dimakan Spodoptera frugiperda,"tandasnya. Fey
Komentar

Berita Terkini