|

Sssttt...Bakal Ada Timsus Kementan di Sentra Padi

Teks Foto: Dirjen PSP Kementan, Sarwo Edhy (pakai topi hitam), saat meninjau lahan persawahan di kawasan Medan Utara, beberapa waktu silam. Foto Fey

Medan- Guna mengantisipasi kekeringan di musim kemarau, pihak Kementerian Pertanian (Kementan) segera menurunkan tim khusus (timsus) di seluruh sentra produksi padi tanah air. Nantinya, timsus berkoordinasi dan bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat maupun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Mereka akan bekerja sama untuk memetakan potensi permasalahan kekeringan di sejumlah daerah dan menyiapkan solusi berupa ‘penggelontoran’ air dari bendungan,” papar Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Pihaknya berharap, Timsus mampu melakukan identifikasi ke wilayah yang terdampak kekeringan. Apabila masih terdapat sumber air (air dangkal), maka Timsus mendorong Dinas Pertanian setempat untuk mengajukan bantuan pompa air kepada instansi terkait. Pasalnya, kata Sarwo Edhy, salah satu penyebab kekeringan di lahan-lahan pertanian adalah sistem pengairan air yang terhambat. Pihaknya mengaku telah berupaya membenahi tata kelola air dengan memfasilitasi pembangunan infrastruktur air untuk lahan pertanian selama tiga tahun terakhir.

“Infrastruktur ini dapat meminimalisir dampak kekeringan di areal pertanian.Setidaknya 3,1 juta hektare lahan dapat merasakan dampaknya,” ujarnya.

Sebelumnya, pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak mewaspadai potensi kekeringan akibat musim kemarau. Berdasarkan pemantauan BMKG, lanjut Sarwo Edhy, sebesar 35% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Untuk meminimalisir kerugian petani yang lahannya terkena dampak kekeringan, pihaknya memfasilitasi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Disebutkannya, asuransi ini memungkinkan petani mendapatkan ganti rugi apabila terdampak musibah kekeringan maupun banjir.

“Fasilitas ini supaya tidak mengganggu produksi pangan nasional nantinya,” tukasnya.

Bila menginginkan layanan jasa AUTP, Sarwo Edhy menyarankan para petani membayar premi Rp36.000 per hektar (ha) per musim. Tarif tersebut dinilainya dapat dijangkau oleh para petani.

"Mereka bisa mendapatkan ganti hingga Rp6 juta per hektar, apabila sawahnya mengalami salah satu dari kondisi berikut, yakni terkena dampak kekeringan, banjir atau serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT)," urainya.

Berdasarkan catatan Kementan, jumlah petani yang terdaftar sebagai peserta AUTP terus menunjukkan tren positif sejak dua tahun terakhir. Pada 2017, luas lahan yang didaftarkan petani mengikuti AUTP adalah 997.961 ha dengan klaim kerugian tercatat 25.028 ha.

“Tahun 2019 ini, kami targetkan lahan yang diasuransikan bisa mencapai 1 juta hektar. Kami terus dorong petani untuk mengikuti AUTP,” sebutnya.

Selain berupaya menata pengelolaan air, pihak Kementan juga turut berkonsentrasi dalam mengamankan produksi tanaman pangan pada Musim Tanam (MT) 2019. Hal itu dibenarkan Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Edy Purnawan.

“Kami secara kontinu mengedukasi petani untuk berbudidaya tanaman dengan baik, sesuai iklim dan kondisi setempat, antara lain melalui pemilihan komoditas, varietas spesifik lokasi, pengaturan waktu tanam, pola tanam, teknik bercocok tanam, dan pengaturan ketersediaan air,” tuturnya.

Khusus daerah rawan kekeringan, pihak Kementan telah menyiapkan varietas yang berumur genjah dan toleran terhadap kekeringan, seperti Inpari 38, Situpatenggang, Limboto, Situbangendit, dan varietas lokal lainnya yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan. Tak hanya itu, sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan budidaya tanaman secara spesifik lokasi, Edy menyebutkan, Kementan telah menyebarkan informasi prakiraan iklim Musim Kemarau 2019.

“Kami memiliki aplikasi KATAM atau Kalendar Tanam Terpadu yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam bercocok tanam. Aplikasi ini bisa diakses melalui website Balitbangtan (Badan Litbang Pertanian),” jelasnya.

Ia menambahkan, di daerah yang memiliki sifat hujan di Bawah Normal (BN), terutama di Provinsi Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Jabar, Jatim, NTT, Kalteng, Sulut, Sulsel, Sultra, Malut dan Papua, perlu dilakukan upaya antisipasi terjadinya kerusakan tanaman akibat kekeringan dan serangan OPT.

“Untuk daerah yang memiliki sifat hujan di bawah normal, kami telah antisipasi dengan pembuatan sumur suntik, pembuatan penampungan untuk panen air dan pembuatan biopori,” tandasnya.***

Komentar

Berita Terkini