Medan - Masyarakat
adat di Desa Simardangiang, Kecamatan Pahae Julu, Tapanuli Utara merasa gembira
setelah menerima SK Nomor 6056/2024, yang menetapkan status Hutan Adat di
wilayah masyarakat hukum adat Simardangiang seluas 2.917 hektar dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Masyarakat adat Simardangiang menerima SK pengakuan status hutan adat mereka dari Kemenkum HAM, beberapa waktu lalu.Foto Ist
Menurut Direktur Green Justice Indonesia, Dana Prima Tarigan, dari luas tersebut, seluas 513 hektar diantaranya berfungsi sebagai hutan produksi.
"SK dari KLHK ini
telah diterbitkan sejak 15 Maret 2024 kepada masyarakat Simardangiang," paparnya
di Medan, Rabu (14/08/2024).
Ia mengemukakan,terdapat
sejumlah nilai penting dengan keluarnya SK tersebut, terutama dalam hal
pengakuan legalitas dan hak atas tanah dan wilayah masyarakat adat untuk
melindungi wilayahnya dari ancaman perambahan, perampasan tanah, atau konflik
dengan pihak luar, seperti perusahaan atau pemerintah. Dengan diakuinya status
hutan adat, kata Dana Prima, masyarakat adat memiliki hak untuk mengelola dan
melestarikan hutan sesuai dengan kearifan lokal yang telah mereka anut selama
berabad-abad.
"Sudah menjadi fakta
bahwa pengelolaan hutan oleh masyarakat adat sering kali lebih berkelanjutan
dan ramah lingkungan dibandingkan dengan model pengelolaan hutan
komersial," ujarnya.
Dana Prima menegaskan, SK
tersebut dapat memperkuat identitas dan budaya masyarakat adat, bahwa hutan dan
wilayah adat tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga memiliki nilai spiritual
dan kultural yang penting bagi kehidupan masyarakat adat. Selain itu,
masyarakat adat dapat memanfaatkan sumber daya hutan secara legal untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka melalui pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu, pertanian berkelanjutan, atau ekowisata, sambil tetap menjaga kelestarian
lingkungan.
"Kita berharap SK
ini bisa berfungsi sebagai perlindungan hukum terhadap eksploitasi sumber daya
alam yang tidak berkelanjutan oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan-perusahaan
besar yang mungkin ingin memanfaatkan sumber daya alam di wilayah tersebut
tanpa persetujuan masyarakat adat," sebut Dana Prima.
Ditambahkannya, pengakuan
ini memberi masyarakat adat peran yang lebih besar dalam pengambilan keputusan
terkait pengelolaan sumber daya alam di wilayah sejalan dengan nilai-nilai dan
kepentingan masyarakat setempat.
Sebelumnya, Bupati
Tapanuli Utara juga mengeluarkan ketetapan luas wilayah adat di desa tersebut
seluas 5.797 hektar melalui SK Bupati Tapanuli Utara Nomor 457 Tahun 2023
tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat kepada masyarakat Desa
Simardangiang. SK tersebut ditandatangani Bupati Bupati Tapanuli Utara, pada
periode 2019-2024, Nikson Nababan. Penyerahan ini dilakukan di Pendopo Bupati
Tapanuli Utara pada tanggal 19 April 2024, dan diterima langsung oleh Ketua
Masyarakat Hukum Adat, Sardi Sitompul, bersama Kepala Desa Simardangiang,
Tampan Sitompul, serta masyarakat hukum adat Simardangiang.
Sementara, Kepala Desa
Simardangiang, Tampan Sitompul mengapresiasi keluarnya 2 SK pengakuan
masyarakat adat Simardangiang. Semula, masyarakat Simardangiang tidak begitu
serius menanggapi pengajuan hutan adat. Namun dua tahun pengajuan masyarakat
sangat setuju dengan alasan mereka semakin tahu bahwa hutan yang mereka kelola
fungsinya adalah kawasan lindung.
"Setelah terbit SK
Masyarakat Hutan Adat seluruh masyarakat sangat senang, bahwa mereka sudah
menjadi tuan di tanah sendiri. Walaupun belum keseluruhan dari pengajuan awal
yang di SK-kan Menteri LHK. Masih tetap akan mengusulkannya di masa akan datang,"
tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan,
masyarakat Simardangiang selama ini hidup dari hasil hutan bukan kayu (HHBK)
seperti kemenyan, karet, durian, petai, jengkol dan rotan. Desa Simardangiang
sendiri menurutnya menjadi penyangga hutan.
"Untuk mengelola hutan adat tersebut maka direncanakan untuk berdialog, berdiskusi, untuk tata kelola agar hutan lestari namun bermakna bagi masyarakat, ekonomi meningkat," paparnya.
Karena itu, lanjutnya,
perlu pendampingan dari berbagai pihak mulai dari pemerintah maupun lembaga
lain untuk meningkatkan kesadaran. Selama ini, masyarakat mendapat pendampingan
dari Green Justice Indonesia.
"Kurang lebih empat
tahun kita bersama, dan sampai sekarang, banyak yang sudah kami dapatkan dari
GJI. Doa dan harapan kami agar GJI semakin sukses di masa yang akan
datang," klaimnya.
Menurutnya, penyerahan SK
ini menjadi tonggak penting dalam upaya melindungi dan mengakui hak-hak
masyarakat hukum adat di Tapanuli Utara, serta memastikan keberlanjutan
pengelolaan hutan adat di wilayah tersebut. Fey