|

KPK Tahan Haji Buyung Sitorus

Tersangka dugaan kasus korupsi anggaran DAK tahun 2017-2018, Haji Buyung Sitorus, mengenakan rompi oranye saat digiring ke Polres Jakarta Pusat, Selasa (10/11/2020). Foto Ist

Medan- Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura), Kharuddin Syah Sitorus (KSS) alias Haji Buyung Sitorus yang diduga terlibat tindak pidana korupsi pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2017-2018. Selain Buyung, Wakil Bendahara Umum PPP tahun 2016-2019, Puji Suhartono (PJH) juga ikut ditahan.

"Tersangka KSS ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, sedangkan PJH di Rutan Polres Jakarta Timur," papar Juru bicara KPK, Ali Fikri SH, dalam siaran persnya, Selasa (10/11/2020).

Menurutnya, penahanan tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan, sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan terhadap 45 saksi sebelumnya.

"Penyidik akan melakukan penahanan untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 10 Nopember 2020 sampai tanggal 29 Nopember 2020," tukasnya. 

Ali Fikri mengemukakan, tersangka KSS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, PJH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 KUHP.

Pada kesempatan itu, Ali Fikri menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat kedua tersangka. Disebutkannya, pada 10 April 2017, Pemkab Labura mengajukan DAK Tahun Anggaran 2018 melalui Program ePlanning dengan total permohonan senilai Rp504.734.540.000. Sebagai Bupati, Haji Buyung Sitorus menugaskan Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Labura, Agusman Sinaga menemui Yaya Purnomo dan Rifa Surya di Jakarta guna membahas potensi anggaran sekaligus meminta bantuan pengurusannya.

Gayung bersambut, Yaya Purnomo dan Rifa Surya bersedia membantu dengan syarat, meminta fee sebesar dua persen dari dana yang diterima. Sekira Mei 2017, Yaya Purnomo dan Rifa Surya bertemu dengan Agusman Sinaga di Hotel Aryaduta Jakarta, untuk menanyakan perkembangan dari pengajuan DAK TA 2018 serta potensi DAK yang dapat diperoleh. Dua bulan berselang, yakni sekira medio Juli 2017, Yaya Purnomo bertemu dengan Agusman di salah satu hotel kawasan Jakarta untuk menginformasikan pagu indikatif DAK Labura senilai Rp75.200.000.000.

Setelah ada kepastian seputar DAK Labura tahun anggaran 2018, Agusman kembali bertemu dengan Yaya dan Rifa di salah satu hotel kawasan Cikini, Jakarta. Kuat dugaan, saat itu Agusman menyerahkan uang senilai SGD80.000. Agusman menyerahkan tambahan uang senilai SGD120.000 kepada Yaya dan Rifa saat Kementerian Keuangan RI mengumumkan Pemkab Labura memperoleh DAK tahun anggaran 2018.

Sekira Januari 2018, Rifa Surya menginformasikan kepada Yaya, anggaran DAK tahun Anggaran 2018 untuk pembangunan RSUD Aek Kanopan senilai Rp30.000.000.000 belum dapat diinput dalam sistem Kemenkeu, sehingga tidak dapat dicairkan. Informasi tersebut segera disampaikan Yaya ke Agusman Sinaga agar pihak Pemkab Labura mengetahui permasalahannya. Selain itu, Yaya juga meminta Agusman segera memberikan fee senilai Rp400.000.000. 

Permintaan itu disampaikan Agusman kepada tersangka Haji Buyung Sitorus, dan disetujui. Medio April 2018, Yaya dan Rifa kembali bertemu Agusman di Jakarta, dan diduga terjadi pemberian uang tunai senilai SGD90.000 dan transfer senilai Rp100.000.000 ike rekening BCA nomor 0401275041 atas nama tersangka PJH. 

"Dugaan penerimaan uang oleh tersangka PJH terkait pengurusan DAK pada APBN 2018 untuk Kabupaten Labura. Kami tetap berkomitmen untuk terus menelusuri arus uang dan pelaku lain yang harus bertanggungjawab secara hukum berdasarkan bukti yang cukup," urai Ali Fikri.

Ia menambahkan, kasus ini merupakan pengembangan dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 yang diawali dengan OTT di Jakarta pada Jumat, 4 Mei 2018. Pihak KPK mengamankan uang Rp400 juta dan menetapkan enam tersangka yakni; Amin Santono (Anggota Komisi XI DPR RI), Eka Kamaluddin (swasta/perantara), Yaya Purnomo (Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan), Ahmad Ghiast (swasta/kontraktor), Sukiman (Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019) serta Natan Pasomba (Pelaksana Tugas dan Pj Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua). Keenamnya telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor. Ril

Komentar

Berita Terkini