|

Ketika Sayed Faisal Berpindah ke 'Lain Hati'

Ketua KAI Medan, Sayed Faisal Hussein SH MH. Foto Ist

Bertahun-tahun bergelut di berbagai bidang pekerjaan, mulai berbisnis, mendirikan event organizer, menjadi pemusik hingga aktivis Non Government Organization (NGO), Sayed Faisal Hussein SH MH akhirnya berpindah ke 'lain hati'. Di usia yang tidak muda lagi, ia memilih menjadi advokat. Bahkan, sejak 24 Oktober 2019, dipercaya sebagai Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Medan hingga tahun 2024 mendatang.

Tak ada kata terlambat. Begitu prinsip pria yang mulai terjun ke dunia advokat pada usia 37 tahun, usai menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sutomo pada tahun 2012.

“Saya kuliah di Fakultas Hukum memang saat usia dewasa. Tapi, itu tadi, tidak ada kata terlambat bagi saya untuk meraih keberhasilan,” sebutnya di kawasan Jalan dr Mansyur Medan, beberapa waktu lalu.

Sebelum menimba ilmu hukum, Sayed Faisal Hussein terlebih dahulu menyelesaikan kuliah di STBA Harapan Medan dan menekuni ilmu ekonomi di Universitas Harapan Medan melalui program konversi. Setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sutomo Medan, Sayed Faisal Hussein langsung magang di salah satu kantor firma hukum temannya bersama pemagang muda lainnya yang berusia 20 tahunan.

“Bayangkan umur 37 masih magang, tapi di situ lah saya banyak mendapat ilmu,” ujar advokat yang gemar membaca buku dan pandai bermain musik ini.

Meski lahir di tengah keluarga yang berbasic hukum karena sang ibu bertugas sebagai jaksa, namun ketertarikan Sayed di dunia hukum dimulai saat memediasi teman mertuanya yang terlilit masalah hukum terkait tanah. Berhasil membantu penyelesaian perkara tanah dan mendapat penghasilan, menjadi pemicunya menggeluti dunia hukum. 

“Asik juga nih jadi lawyer, dapat penghasilan dan bisa bantu orang lain,” tutur Sayed yang menyelesaikan program Magister S2 di UMSU. 

Sebelumnya, ia sempat bekerja pada Non Government Organization (NGO) internasional saat terjadi bencana tsunami Aceh sekira tahun 2005. Sayed juga sempat membentuk NGO lokal di bumi 'Tanah Rencong' itu. 

Sebagai program Officer di NGO, Sayed mulai mengetahui seputar hukum pertanahan, terutama masalah grand saat akan membangun pemukiman untuk membantu para korban tsunami. Sayed menilai, pengacara merupakan suatu profesi yang tanpa modal besar dan murni menggunakan kemampuan, skill pikiran, ilmu dan komunikasi. Paling penting, lanjutnya, otak diberdayakan. Bila tidak memahami suatu persoalan, buku menjadi bahan referensi pengetahuannya. Selain itu, berdiskusi dengan sesama rekan serta melihat yurisprudensi. 

“Kalau gak paham teori bisa diskusi sama dosen atau senior, paling utama adalah bagaimana ‘mendevelopment’ kemampuan diri sendiri,” papar pria yang jiwa mandirinya muncul sejak usia muda dengan mencari uang saku melalui pembuatan stiker, mencetak kaos atau manggung bersama grup band sejak ditinggal sang ayah saat masih bersekolah. 

Mengenai program KAI, Sayed menyatakan, ada semacam program pendampingan terhadap anak yang berkebutuhan khusus. Guna mewujudkan hal itu, pihak KAI akan menyurati semua sekolah bila terjadi kasus bully terhadap anak berkebutuhan khusus. Menurutnya, selama ini anak-anak berkebutuhan khusus kerap mendapat perlakuan tidak mengenakkan, sehingga orang tua tidak mengetahui harus berbuat apa. 

“Kita mau anak-anak berkebutuhan kusus, jadi atensi pemerintah,” tukas Sayed lantas menambahkan, pihak KAI juga merancang program Memorandum of Understanding dengan Komisi Cipta Indonesia mengenai masalah hak cipta.

Pihaknya juga memiliki program advokat Go to School yakni memberikan informasi kepada siswa yang bakal menjadi pemimpin ke depan. 

"Dalam program itu, pihak KAI akan memperkenalkan kepada para pelajar bahwa hukum itu ada cara dan teori, sehingga kalau tersangkut masalah hukum tahu harus kemana," tandasnya. Isvan

Komentar

Berita Terkini