|

Gugatan Pondok Mansyur Dituding tak Jelas

Teks Foto: Kuasa Hukum Food Court Pondok Mansyur, Parlindungan Nadeak SH MH (kiri) menyampaikan jawaban replik terhadap eksepsi dan jawaban tergugat I dan II di Ruang Sidang Cakra 8 PN Medan, Senin (6/5/2019). Foto Fey
Medan- Kuasa Hukum Food Court Pondok Mansyur, Parlindungan Nadeak SH MH hanya tersenyum saat dituding gugatannya kabur dan tidak jelas oleh Tergugat I, Kasatpol PP Medan dan Tergugat II, Wali Kota Medan. 

Ia ustru membantah tudingan tersebut dengan penjelasan yang logis dalam sidang lanjutan dengan agenda Replik (jawaban Penggugat atas jawaban dari Tergugat, red) di Ruang Sidang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (6/5/2019).

“Kami menilai, eksepsi yang disampaikan Tergugat I dan II pada persidangan sepekan sebelumnya, yakni tanggal 29 April 2019 lalu, keliru dan mengada-ada,” tegasnya.

Ia menjelaskan, pihak Tergugat I dan Tergugat II menilai gugatan kliennya, Kalam Liano, kabur serta tidak jelas karena tanpa menguraikan letak dan posisi tanah obyek perkara sebenarnya. Padahal, saat menyampaikan surat peringatan pembongkaran food court tersebut, Tergugat I telah mengetahui pemilik tanah dan bangunan dimaksud.

“Tergugat I sudah mengetahui siapa pemilik lahan dan bangunan food court itu saat membuat surat peringatan pembongkaran,” tutur Parlindungan Nadeak.



Teks Foto: Pengelola Food Court Pondok Mansyur, Aida Wahab menjelaskan kronologis pembongkaran kepada majelis hakim PTUN Medan dalam sidang lapangan, beberapa waktu lalu. Foto Fey
Pada kesempatan itu, pihaknya mencatat ada empat hal dalam pokok perkara tersebut yang disampaikan secara tertulis. Pertama, apa yang telah disampaikan secara mutatis mutandis (perubahan yang penting telah dilakukan, red) sepatutnya dianggap menjadi bagian dari uraian dalam kelompok perkara ini, sehingga tidak perlu diulangi lagi.

Tak hanya itu, pihaknya menolak seluruh dalil-dalil eksepsi maupun jawaban tergugat I dan II, kecuali apa yang secara tegas diakui kebenarannya. Begitu juga seputar tindakan membongkar atau merusak bangunan food court yang dilakukan Tergugat I dan II, merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan ketentuan hukum di negeri ini.

“Tergugat berdalih demi penegakan Peraturan Wali Kota Medan nomor 83 tahun 2017, sehingga pembongkaran yang dilakukan bukan perbuatan melawan hukum. Dalil itu harus ditolak dan dikesampingkan,” kecam Parlindungan Nadeak.

Ia juga menyayangkan jawaban para Tergugat yang menilai tuntutan materal dan immaterial penggugat tidak jelas dasar dan rincian kerugiannya sehingga harus ditolak dan dikesampingkan. Menurut Parlindungan Nadeak, dalam gugatan sebelumnya telah dijelaskan dampak tindakan kesewenangan para Tergugat yang telah merugikan kliennya.

Ditambahkannya, gugatan materil senilai Rp3,1 miliar diajukan karena kliennya merugi akibat tempat usahanya tidak beroperasi, sehingga berimbas pada pendapatan food court. Sementara, gugatan immaterial senilai Rp1 triliun diajukan karena harga diri kliennya dipermalukan akibat tindakan kesewenangan tersebut. Hal itu diperkuat dengan putusan majelis hakim PTUN Medan yang mewajibkan Tergugat mencabut Surat Kasatpol PP Medan sebagai dasar penerbitan surat perintah pembongkaran terhadap food court, pada persidangan medio Desember 2018 silam.

Usai mendengar penjelasan tersebut, Majalis hakim yang dipimpin Erintuah Damanik menunda persidangan perkara Nomor 207/Pdt.G/2019/PN.Mdn hingga Senin mendatang (13/5/2019) untuk mendengarkan Duplik pihak Tergugat. Ia juga mengingatkan Kuasa Hukum Tergugat, Daldiri, untuk menyiapkan Duplik disertai salinan di dalam compact disc (CD).

“Kita akan siapkan Duplik disertai salinan dalam compact disc, majelis hakim yang Mulia,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Daldiri mengklaim, kliennya bakal mengajukan kompetensi tentang PTUN. “Kita akan mengajukan kompetensi tentang PTUN,” tukasnya.

Mengenai kompetensi tentang PTUN, Parlindungan Nadeak menganggapnya sebagai suatu upaya hukum yang biasa dan merupakan hak setiap pencari keadilan di negeri ini.

“Pengertian dari kompetensi itu adalah kewenangan suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dan dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan absolut,” sebutnya.

Ia menambahkan, kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.

Namun, Parlindungan Nadeak mempertanyakan esensi dari pengajuan kompetensi tersebut. Ia khawatir, upaya hukum tersebut malah semakin memperlambat proses hukum yang sedang berlangsung.

“Saya berharap, hal ini bukan salah satu upaya pihak tergugat untuk menunda-nunda penyelesaian proses hukum kasus ini,” tandasnya.***

Komentar

Berita Terkini