Ternyata, bunga matahari (Sunflower) tidak sekadar tanaman refugia (jenis tanaman yang dapat mengundang dan menyediakan musuh alami seperti predator dan parasitoid sebagai mikrohabitatnya yang bisa mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman secara alami, red). Lebih dari itu, memiliki nilai ekonomis tinggi melalui produk yang dihasilkan tanaman tersebut, yakni kuaci dan minyak nabati.
Ada yang menarik saat
melintasi kawasan Jalan Bunga Ncole Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sabtu
(13/07/2024) siang sekira pukul 11.00 WIB. Hamparan tanaman bunga matahari
tumbuh subur di antara pertanaman jagung dan pisang. Warna kuning terang yang
dipancarkan ribuan kuntum bunga matahari berukuran jumbo, sukses menerbitkan
rasa penasaran untuk mampir ke areal pertanaman tersebut.
Saat dihampiri, dua
pria bertopi sedang berada di antara tanaman bunga matahari. Sepertinya,
mengamati hama yang mulai menyerang bagian kuntum bunga.
Dugaan itu tidak
meleset. Berselang beberapa menit kemudian, kedua pria itu keluar dari areal
pertanaman menuju gubuk peristirahatan tempat kru limakoma.com berteduh dari
sengatan mentari. Di tangan mereka masing-masing, ada kuntum bunga matahari
yang berada dalam kondisi tidak utuh.
“Hama ulat menjadi
musuh utama tanaman bunga matahari yang sedang dalam proses pengisian biji
bunga matahari,” ujar salah satu pria yang kemudian mengaku bernama M Rahmana
Sembiring, sembari memperlihatkan kuntum bunga matahari yang sebagian kecil
sudah bolong.
Ia mengaku, keberadaan
tanaman jagung di sekitar tempat itu semakin memudahkan hama, termasuk ulat
untuk berkembang. Kendati demikian, pihaknya terus berupaya menjaga pertanaman
bunga matahari agar mampu meraup hasil panen maksimal.
“Kita berupaya
mengendalikan hama dengan berbagai cara, baik membersihkan areal pertanaman
maupun melakukan penyemprotan dengan bahan non pestisida,” ungkap Rahmana,
didampingi sejawatnya Abdul Rahman.
Bagi dua sahabat yang
sama sama alumnus Fakultas Pertaniam Universitas Islam Sumatera Utara ini,
budidaya bunga matahari bukan lagi hal baru. Sejak dua tahun terakhir, Rahman
dan Rahmana, demikian masing-masing mereka disapa, gencar menyosialisasikan
tanaman bunga matahari. Tingginya permintaan terhadap biji bunga matahari, baik
untuk kuaci maupun diolah menjadi minyak nabati, sebagai alasannya.
“Kita sudah punya
pasar, tapi bahan bakunya yang tidak ada, sehingga sejak dua tahun terakhir,
kita berupaya mengajak masyarakat bertanam bunga matahari,” sebut Rahmana yang
juga Vokalis Band Radiotron ini.
M Rahmana Sembiring dan Abdul Rahman, di antara tanaman bunga matahari yang sedang dalam proses pertumbuhan biji di kuntumnya, Sabtu (13/07/2024). Foto Fey
Mengusung bendera usaha
Agrotech Innovator Sumatera, keduanya memilih bertatap muka secara langsung
dengan petani untuk menjelaskan prospek bunga matahari. Selain sebagai bahan
baku pembuatan kuaci dan minyak nabati, yang sarat dengan vitamin E, keindahan
yang ditawarkan bunga matahari juga mampu dimanfaatkan untuk agrowisata.
Kendati demikian,
beragam kendala masih menghadang. Beberapa diantaranya seperti modal usaha yang
dinilai masih terlalu mahal, yakni mencapai Rp24 juta per hektar (ha) hingga
panen, hingga meragukan pasar setelah produk dipanen.
“Kita belum bisa
membuktikan apa pun karena belum ada pertanaman bunga matahari di Sumatera
Utara,” ujar Rahman lantas menambahkan, pihak Agrotech akan membeli 1 kg kuaci
seharga Rp10 ribu.
Satu hal yang mendorong
keduanya terjun langsung menanam bunga matahari di lahan seluas 1 ha di kawasan
Jalan Bunga Ncole ini. Memanfaatkan varietas Russian Giant, sebanyak 6 kilogram
bibit atau setara 40 ribu batang bunga matahari dibudidayakan untuk
menghasilkan kuaci.
“Saat ini kita
prioritaskan untuk memenuhi permintaan kuaci dulu karena bahan bakunya masih
terbatas,” tukas Rahman.
Berdasarkan kajian
pihak Agrotech, sebanyak 5 kuntum bunga matahari varietas Russian Giant akan
mampu menghasilkan 1 kg kuaci. Dengan kata lain, diperkirakan sebanyak 8 ton
kuaci dihasilkan dari luas pertanaman 1 ha. Bila diasumsikan kuaci dihargai
Rp10 ribu per kg, maka akan diperoleh hasil sebanyak Rp80 juta per ha dalam
kurun waktu 105 hari produksi.
“Kalau dari analisis
usahanya, pertanaman bunga matahari sangat menjanjikan. Modal Rp24 juta hingga
panen, termasuk sewa lahan, petani bisa menghasilkan Rp80 juta setiap panen,”
urainya.
Prospek bunga
berprilaku unik ini, karena selalu menghadap ke posisi sinar matahari, memang
masih sangat menjanjikan. Kebutuhan biji bunga matahari, baik untuk kuaci
maupun minyak nabati, belum mampu dipenuhi petani dalam negeri.
Sejumlah informasi
menyebutkan, tidak kurang 15 ribu-20 ribu ton biji bunga matahari setiap tahun
diimpor untuk diolah menjadi kuaci. Itu belum termasuk permintaan minyak murni
nabati dari biji bunga matahari untuk beragam keperluan, yang diperkirakan
mencapai ratusan ribu liter per tahun. Minyak nabati dari biji bunga matahari
itu umumnya digunakan untuk produk kecantikan dan kesehatan.
Jadi, tunggu apa lagi?
Ayo bertanam Bunga Matahari! Fey