|

Sakti Apresiasi Tindaklanjut Dugaan Ijazah Palsu Robi Barus

Komisioner DPD Sakti Sumut, Zahendra Moeroe ST (kanan) bersama Anggota DPR RI, H Raden Syafii, dalam suatu kesempatan di Medan beberapa waktu lalu. Foto Ist 
Medan- Pihak Dewan Pimpinan Daerah Serikat Kerakyatan Indonesia Sumatera Utara (DPD Sakti Sumut) mengapresiasi kebijakan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang menginstruksikan Kapolda Sumut menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat terkait penggunaan ijazah diduga palsu anggota DPRD Medan periode 2019-2024 dari PDIP, Robi Barus.

"Sesuai surat nomor: B/5548/VIII/RES.1.9/2019/Bareskrim tanggal 29 Agustus 2019 yang ditandatangani atas nama Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Dir Tipidum Kombes Pol Agus Nugroho SH SIK MH, menyampaikan satu berkas pelimpahan surat pengaduan dan telah menerima surat pengaduan penggunaan ijazah diduga palsu anggota DPRD Kota Medan," ungkap Komisioner DPD Sakti Sumut, Zahendra Moeroe ST di Medan, Selasa (3/9/2019).

Ia menyatakan, surat tersebut menjawab laporan tertulis yang disampaikan pihak DPD Sakti Sumut melalui pengiriman PT Pos Indonesia ke Kapolda dan Kapolri pada Jumat (2/8/2019). Dalam surat itu, pihaknya melaporkan dugaan penggunaan ijazah diduga palsu yang dilakukan Robi Barus.

"Robi merupakan anggota DPRD Medan periode 2014-2019 dan terpilih lagi untuk pada periode 2019-2024," tuturnya.

Pada tahun 2014, kata Zahendra, Robi mendaftarkan diri sebagai calon legislatif (caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan dengan menggunakan ijazah dari Perguruan Nasional Gultom Medan.

"Di Perguruan Nasional Gultom Medan, Robi tertulis menyelesaikan pendidikannya pada 13 Mei 1989," ujar Zahendra.

Anehnya, saat mendaftarkan diri sebagai caleg periode 2019-2024, Robi justru melampirkan ijazah Sekolah Menengah Analisis Kesehatan Dharma Analitika Medan yang diselesaikannya pada 24 Mei 1989.

"Perlu dipertanyakan blanko STTB yang dikeluarkan Perguruan Nasional Gultom Medan dengan bllanko ijazah dari Sekolah Menengah Analisis Kesehatan Dharma Analitika Medan. Hanya beda tanggal saja, sementara bulan dan tahun lulusnya sama," paparnya.

Zahendra menilai, pelaksanaan ujian Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) tidak bisa dilakukan secara bersamaan, bila seseorang menempuh pendidikan di jenjang yang sama pada dua sekolah berbeda. Berdasarkan hal tersebut, pihaknya mensinyalir salah satu ijazah yang dimiliki Robi Barus untuk mendaftar ke KPU Medan adalah palsu. Apalagi, sekira tahun 1989, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan kebudayaan (sekarang Kemendikbud, red) belum menggunakan blanko ijazah, melainkan STTB.

"Ini yang mendasari kita melaporkannya ke Kapolda Sumut dan Kapolri agar bisa ditindaklanjuti," tegasnya. ***


Komentar

Berita Terkini